BAB XIII
PENEGAKAN Pada saat itu Sang Bodhisatva-Mahasatva Baisajaraja dan Sang Bodhisatva-Mahasatva Mahapratibana bersama rombongan mereka dan 20 ribu para Bodhisatva, seluruhnya berprasetya dihadapan Sang Buddha demikian, “Bersuka-citalah Yang Maha Agung, tanpa adanya kekhawatiran Sesudah kemokshaan Sang Buddha nanti, kami akan rnenjaga, membaca, menghafalkan dan mengkhotbahkan Sutra ini. Dimasa mendatang yang penuh kedurhakaan nanti, watak dan tabiat baik manusia akan berkurang sedang keangkuhan yang sangat akan meningkat, mereka berhati tamak akan keuntungan dan penghormatan, serta tindak tanduk buruk mereka akan berkembang sehingga mereka akan jauh tergeser dari jalan kebebasan. Meskipun nantinya akan terasa sulit untuk mengajar dan mentakbiskan mereka, tetapi kami akan berusaha sesabar mungkin dalam membaca dan menghafalkan Sutra ini, menjaga, mengkhotbahkan serta menurunkannya dan memuliakannya tanpa sedikitpun rnemperhatikan jiwa dan raga kami.” Kemudian ke 500 Arhat yang telah mendapat penetapan didalam persidangan itu menyapa Sang Buddha dengan berkata, “Yang Maha Agung ! Kami juga berprasetya untuk menyiarkan Sutra ini didalam negeri-negeri lain.” Lagi, ke 8 ribu Arhat yang masih dibawah asuhan dan yang tidak, yang telah mendapat penetapan, semuanya bangkit dari tempat duduknya dan dengan tangan terkatup pergi kearah Sang Buddha untuk berprasetya demikian “Yang Maha Agung, Kami juga akan menyiarkan Sutra ini di negeri-negeri lain. Karena betapapun juga para manusia di alam semesta ini terlibat didalam tindak angkara, bertingkah dengan sangat congkaknya, dan berkepribadian rendah, penuh dengan iri dan benci, terpenuhi rasa curiga mencurigai serta berpikiran serong.” Kemudian saudara dari ibu Sang Buddha yaitu Bhiksuni Mahaprajapati, dengan 6 ribu para bhiksuni yang masih dalam asuhan dan yang tidak, semuanya bangkit dari tempat duduknya dan dengan tangan terkatup memandang kearah wajah Sang Buddha tanpa sekejappun mengejapkan mata. Kemudian Sang Buddha menyapa Sang Gautami, “Mengapa engkau memandang Sang Tathagata dengan wajah yang muram ? Bukankah engkau sedang berpikir bahwa Aku belum menyebutkan namamu dan rnenetapkanmu untuk mencapai Penerangan Agung ? Wahai Gautami ! Aku telah mengatakan keseluruhannya bahwa masa depan dan para sravaka akan ditetapkan. Sekarang engkau yang ingin mengetahui nasibmu yang akan datang, masa engkau di dunia yang mendatang nanti akan menjadi seorang guru besar Hukum Kesunyataan didalam peraturan-peraturan dari 68 ribu koti para Buddha, dan keenam ribu para bhiksuni yang masih terasuh dan yang tidak ini, seluruhnya akan menjadi gum-guru Hukum Kesunyataan. Sehingga akhirnya engkau akan menjadi sempurna didalam jalan kebodhisatvaan dan menjadi seorang Buddha dengan gelar Tathagata Sarvasattvapriyadharsana, Yang Maha Mulia, Bijaksana, Yang Telah Mencapai Penerangan Agung, Yang Telah Mencapai Kebebasan Sernpurna, Maha Tahu Tentang Dunia, Pemimpin Yang Tiada Tara, Maha Pengatur, Guru Dari Para Dewa dan manusia, Sang Buddha, Yang Maha Agung. Wahai Gautami ! Sang Buddha Sarvasattvapriyadharsana ini dan keenam ribu Bodhisatvanya akan ditetapkan secara bergantian untuk mencapai Penerangan Agung.” Kemudian ibu Rahula, yaitu Bhiksuni Yasodhara, membayangkan demikian “Yang Maha Agung didalam penetapanNya telah meninggalkan namaku sendiri tanpa disebutnya.” Kemudian Sang Buddha bersabda kepada Yasodhara, “Didalam hukum-hukum dari ratusan ribu koti para Buddha di dunia yang mendatang nanti, engkau dengan perbuatan-perbuatan bodhisatvamu, akan menjadi seorang guru besar Hukum Kesunyataan dan akhirnya akan sempuma didalam jalan kebuddhaan serta didalam Kawasan Kebaikan, engkau akan menjadi seorang Buddha yang bergelar Rasmisatasahasraparipurnadvaga, Yang Maha Mulia, Bijaksana, Yang Telah Mencapai Penerangan Agung, Yang Telah Mencapai Kebebasan Yang Sempurna, Maha Tahu Tentang Dunia, Pemimpin Yang Tiada Tara, Maha Pengatur, Guru dari para dewa dan manusia, Sang Buddha, Yang Maha Agung. Masa hidup dari Buddha itu ialah sekian kalpa asamkhyeya yang tak terbatas.” Kemudian Bhiksuni Mahaprajapati dan Bhiksuni Yasodhara bersama dengan seluruh rombongan mereka, semuanya dihinggapi kegembiraan yang meluap-luap setelah memperoleh kebahagiaan yang belum pernah teralami ini, dan dengan segera mereka berseru dihadapan Sang Buddha dengan syair: “Pemimpin Dunia Yang Maha Agung!
Penghibur para dewa dan manusia!
Kami, setelah mendengar penetapanMu,
Memperoleh kedamaian yang sempurna didalam hati kami.” Sesudah mengucapkan syair ini, kemudian para bhiksuni berkata pada Sang Buddha “Yang Maha Agung ! Kami semua juga mampu menyiarkan Sutra ini di negeri-negeri lain.” Kemudian Sang Buddha memandang ke 80 ribu koti nayuta dari para Bodhisatva-Mahasatva. Seluruh Bodhisatva-Bodhisatva ini berada dalam tingkatan avaivartika yang memutar roda Hukum yang tiada pernah bersurut, yang telah mencapai dharani. Seketika itu juga mereka bangkit dari tempat duduknya dan pergi menghadap Sang Buddha, serta dengan sepenuh hati mereka mengatupkan tangannya dan membayangkan demikian “Seandainya Yang Maha Agung memerintahkan kami untuk memelihara dan mengajarkan Sutra ini, maka kami akan menyiarkan Hukum ini seperti apa yang telah diajarkan oleh Sang Buddha.” Dan mereka membayangkan demikian lagi, “Sekarang Sang Buddha sedang diam, dan kita tidak diperintah apapun juga, lalu apa yang harus kami lakukan ?“ Kemudian para Bodhisatva ini dengan takzimnya mematuhi kehendak Sang Buddha dan karena ingin mematuhi prasetya sejatinya, maka mereka mengangkat suara dengan lantang dan mengucapkan sebuah prasetya dengan berkata, “Yang Maha Agung ! Sesudah kemokshaan Sang Tathagata nanti, kami akan berkelana dan melanglang seluruh penjuru dunia agar dapat memimpin para umat untuk menurunkan Sutra ini, menerima dan memelihara, membaca dan menghafalkannya, meresapi maknanya serta menjalankannya sebagai hukum mereka dan menyimpannya dengan betul didalam hatinya. Yang semuanya ini dengan izin Sang Buddha. Bersukahatilah Yang Maha Agung !, didalam memperhatikan dan mengawasi kami dari jauh meskipun berada di kawasan yang lain.” Kemudian seluruh Bodhisatva dengan serempak mengangkat suara dan berkata dengan syair “Tenanglah tanpa kekhawatiran!
Setelah kemokshaan Sang Buddha,
Di ujung masa yang penuh kedurhakaan,
Kita akan menyiarkan Sutra ini.
Meskipun banyak orang yang didalam ketidaktahuan mereka
Akan mengutuk dan mencerca kita
Dan memukul kita dengan pedang dan pentung.
Kita akan memikul itu semua. Para bhiksu didalam masa durhaka itu
Kolot, penuh rasa curiga, kalut.
Mengaku sudah mencapai Penerangan Agung, padahal belum,
Dan dengan hati yang penuh kecongkakan. Yang lain yang didalam aranya
Akan mengenakan pakaian-pakaian bertembel dalam tempat terpencil,
Berpura-pura bahwa mereka telah berjalan di jalanan yang benar
Dan mencemooh orang lain;
Dengan serakah berusaha untuk memperoleh, Mereka akan berkhotbah tentang Hukum kepada para pengikut
Dan dihormati dunia, Seperti arhat-arhat dari keenam kemampuan yang tak terbayangkan;
Manusia-manusia ini berwatak angkara,
Selalu memikirkan benda-benda keduniawian,
Akan senang memfitnah kita,
Mengatakan sesuatu tentang diri kita seperti, “Seluruh para bhiksu ini,
Karena senang sanjungan,
Mengkhotbahkan ajaran yang kolot;
Mereka telah menyusun Sutra ini sendiri
Untuk memperdayakan umat di seluruh dunia;
Demi untuk memperoleh kemasjhuran,
Mereka membuat suatu kekhususan dari Sutra ini.”
Selalu didalam pertemuan-pertemuan,
Untuk meruntuhkan kita,
Kepada para raja dan menteri,
Para Brahman dan rakyat,
Dan kepada kelompok lain dan para bhiksu, Mereka memfitnah kita,
Dengan berkata, “lnilah orang-orang yang berpandangan palsu,
Yang mengkhotbahkan ajaran yang kolot.”
Tetapi kita, karena rasa hormat pada Sang Buddha,
Akan menahan segala kedurhakaan-kedurhakaan ini.
Dengan sapaan-sapaan yang menghina seperti,
“Hai, kalian para Buddha !“
Bahkan cemoohan dan kecongkakan semacam itu
Kita akan menahannya dengan sabar. Didalam masa durhaka dari kalpa yang dikorup,
Tinggal dalam ketakutan dan kecemasan,
lblis akan menguasai mereka
Untuk mengutuk, mencerca dan menghina kita.
Tetapi kita dengan rasa horrnat dan percaya kepada
Sang Buddha,
Akan mengenakan tameng besi;
Demi untuk mengkhotbahkan Sutra ini Kita akan memikul penderitaan-penderitaan yang berat ini.
Kita tidak akan menyayangi jiwa dan raga,
Tetapi hanya berpikir tentang Jalan Yang Agung.
Kita akan, selama masa-masa mendatang,
Menjaga apa yang telah diwariskan Sang Buddha.
Yang Maha Agung Engkau Maha Mengetahui bahwa,
Didalam masa korup itu, para bhiksu yang keji,
Tidak mengetahui hukum-hukum yang telah
dikhotbahkan dengan sempurna Karena kesempatan yang telah disediakan oleh Sang Buddha,
Akan menghina dan bermuka masam kepada kita;
Secara berulang kali, kita akan diusir,
Dan dibuang jauh-jauh dari sanggar pamujan.
Kekejian semacam itu akan menjadi derita kita,
Untuk mengingat perintah Sang Buddha,
Kita akan menahan segala kesengsaraan ini.
Dimanapun juga didalam kampung dan kota-kota. Andai terdapat mereka yang mencari Hukum ini,
Kita akan pergi kesana
Mengkhotbahkan Hukum ini yang telah diwariskan oleh Sang Buddha.
Kita adalah utusan-utusan Yang Maha Agung.
Dan ditengah-tengah khalayak ramai dengan tiada gentar,
Akan mengkhotbahkan Hukum ini dengan benar. Tenanglah, wahai Sang Buddha untuk bersemayam, dalam kedamaian.
Dihadapan Sang Buddha dan para Buddha yang datang dari segala penjuru,
Kita semua berprasetya, Dan Sang Buddha mengetahui isi hati kita.”
|
|
BAB XIV
HIDUP TENANG
Pada saat itu Sang Bodhisatva-Mahasatva Manjusri, putera Sang Raja Hukum, berkata kepada Sang Buddha: “Yang Maha Agung ! Sungguh jarang benar ada Bodhisatva-Bodhisatva seperti ini ! Dengan takzimnya sesuai dengan Sang Buddha, mereka telah mengucapkan prasetya-prasetya agung bahwa didalam masa durhaka yang akan datang nanti, mereka akan melindungi, memelihara, membaca, menghafalkan dan mengkhotbahkan Hukum Sutra Bunga Teratai ini. Yang Maha Agung ! Bagaimana para Bodhisatva-Mahasatva dapat mengkhotbahkan Sutra ini didalam masa durhaka yang akan datang nanti ?“
Sang Buddha menyapa Manjusri : “Jika Bodhisatva-Mahasatva ingin berkhotbah tentang Sutra ini dimasa durhaka yang akan datang nanti, maka ia harus bertabah hati dalam 4 cara. Pertama-tama, ia harus bertabah hati dalam ruang lingkup hubungan dan keakraban seorang Bodhisatva sehingga ia dapat mengkhotbahkan Sutra ini kepada para umat. Wahai Manjusri ! Mengapakah hal ini disebut ruang lingkup tindakan seorang Bodhisatva-Mahasatva? Jika seorang Bodhisatva-Mahasatva berada dalam keadaan yang penuh kesabaran, maka ia akan berhati lemah lembut dan ramah tamah, tidak terburu napsu dan tidak memaksa serta berjiwa tenang; apalagi kalau dia tidak memiliki taktik dengan mana ia harus bertindak, hanya melihat segala sesuatu menurut perwujudannya saja dan pula jika ia tidak menerapkan tindaknya lewat jalan tengah. Inilah apa yang disebut ruang lingkup tindakan seorang Bodhisatva-Mahasatva. Dan mengapa yang lain disebut ruang lingkup keakraban seorang Bodhisatva-Mahasatva? Seorang Bodhisatva-Mahasatva tidak berhubungan erat dengan para raja, para pangeran, menteri dan pejabat-pejabat yang keji dan berbahaya, ataupun berteman akrab dengan para orang kolot, Brahmacarin, Nirgranthas dan sebagainya; dan tidak pula berhubungan akrab dengan para Lokayata dan yang anti Lokayata ataupun melakukan olah raga-olah raga yang keji, tinju atau gulat, dan tidak pula berhubungan dengan permainanpermainan sulap dan Nartakas dan lain-lainnya; pun pula tidak bergaul dengan para Candala, para gembala babi, domba, unggas dan anjing, pemburu maupun nelayan serta mereka yang melibatkan diri dengan tindak jahat. Tetapi bilamana orang-orang seperti ini sewaktu-waktu datang kepadanya, maka ia akan mengkhotbahkan Hukum Bunga Teratai ini kepada mereka itu tanpa mengharapkan pamrih sedikitpun juga. “Lagi, wahai Manjusri ! Seorang Bodhisatva-Mahasatva harus menghindari berkhotbah tentang Hukum Bunga Teratai ini kepada para wanita dengan gerak-gerik yang dapat membangkitkan perasaan birahi, dan tidak boleh pula mempunyai perasaan senang memandang mereka. Jika Ia memasuki rumah orang lain, maka janganlah ia berbicara dengan setiap gadis, perawan, janda dan sebagainya dan janganlah pula ia mengikat persahabatan dengan para banci-banci. Dia tiada diperbolehkan memasuki rumah orang lain sendirian. Dan seandainya karena sesuatu alasan ia harus masuk kesitu sendirian, maka dengan sepenuh hatinya ia harus ingat akan Sang Buddha. Kalau ia mengkhotbahkan Hukum Bunga Teratai ini kepada para wanita, maka ia tidak boleh memperlihatkan senyuman ataupun membiarkan bidang darianya terbuka dan demi Hukum, janganlah sekali-kali ia menjadi akrab walau dengan alasan yang bagaimanapun. Janganlah ia senang memelihara anak-anak muda, sramanera, dan anak-anak kecil ataupun senang bersama-sama mereka sebagai gurunya, tetapi bersukalah selalu untuk bermeditasi dan mengasingkan diri serta bersukalah selalu untuk membina dan mengatur rokhani. Wahai Manjusri ! Inilah apa yang disebut tingkat pertama atau lingkup pertama dan keakraban seorang Bodhisatva.
“Lebih jauh lagi, seorang Bodhisatva-Mahasatva harus merenungkan segala perwujudan seperti benda-benda maya saja, yaitu seperti apa adanya tanpa memandang apakah benda itu terbalik, bergerak, bersurut, berputar, seperti halnya angkasa alam dari kehampaan, yang tak dapat diutarakan dengan kata-kata maupun ucapan. Tidak dilahirkan, tidak bergerak, tidak naik, tidak bernama, tidak berbentuk, sungguh tiada wujudnya, tak terintangi, tak terbatas, luas, tak terkekang, dan hanya ada karena adanya sebab serta diwujudkan lewat pemutar balikkan kenyataan. Oleh karenanya, Aku katakan bahwa menyukai secara terus menerus dalam perenungan segala sesuatu dari hukum-hukum, maka inilah yang disebut lingkup kedua dari keakraban seorang Bodhisatva-Mahasatva.” “Lagi, wahai Manjusri ! Sesudah kemokshaan Sang Tathagata nanti, maka didalam jaman Kemunduran dia yang berhasrat mengkhotbahkan Sutra ini haruslah menjadi seorang pengkhotbah yang menyenangkan. Dimanapun, juga ia memaklumkan dan membaca Sutra ini secara lisan, maka janganlah ia senang membicarakan kesalahan-kesalahan orang lain ataupun kesalahan-kesalahan Sutra ini sendiri dan jangan pula ia meremehkan pengkhotbah-pengkhotbah yang lain, ataupun membicarakan hal-hal yang baik dan buruk, membicarakan soal jasa dan cela ataupun rnembicarakan orang-orang lain. Dan jangan pula ia menyebut nama seorang sravakapun dan menyiarkan kesalahan serta dosa mereka ataupun dengan menyebut namanya memuji kemuliaannya dan jangan juga ia berhati iri. Dengan berpegang teguh pada hati yang penuh gembira ini, maka mereka yang mendengar khotbahnya tidak akan menentangnya. Pada mereka yang menanyakan persoalan yang rumit, maka janganlah ia menjawabnya dengan hukum dari kendaraan kecil tetapi jawablah hanya dengan Kendaraan Agung dan terangkanlah padanya sehingga mereka memperoleh pengetahuan yang sempurna. “Lagi, wahai Manjusri ! Bodhisatva-Mahasatva yang didalam masa durhaka yang akan datang dan ketika Hukum ini akan musnah, dia menerima dan memelihara, membaca serta menghafalkan Sutra ini, maka dia tidak akan mempunyai rasa iri dan berhati dusta, tidak pula memandang rendah dan menghina murid-murid lain dari jalan kebuddhaan ataupun mencari-cari kelebihan dan kekurangan mereka. Jika terdapat para bhiksu, bhiksuni, pengikut-pengikut pria dan wanita, yang mencari kesravakaan, ataupun mencari kepratyekabuddhaan maupun mencari jalan kebodhisatvaan, maka dia tidak akan menyusahkan mereka dengan membuat mereka bimbang dan menyesal seraya berkata : “Kalian semua telah jauh tergeser dari Jalan Agung dan tidak akan pernah dapat mencapai pengetahuan yang sempurna, karena kalian adalah orang-orang yang goyah dan lengah didalam Jalan Agung.” Lagi pula dia tidak akan turut didalam pembicaraan-pembicaraan tentang Hukum-hukum ataupun turut dalam perbantahan-perbantahan. Tetapi demi seluruh mahluk, ia harus memikirkan mereka dengan penuh rasa welas asih; dan demi para Tathagata ia harus memikirkan mereka sebagai ayah yang sangat bijaksana; dan demi para Bodhisatva, Ia harus memikirkan mereka sebagai guru-gurunya yang agung; dan demi Bodhisatva-Bodhisatva agung semesta, ia harus selalu menghormat dan memuliakan mereka dengan ketulusan hatinya. Demi seluruh mahluk, ia harus mengkhotbahkan Huküm dengan sama sesuai jalannya Hukum, tidak kurang dan tidak lebih. Bahkan kepada mereka yang sangat mencintai Hukum, ia harus berkhotbah tidak boleh lebih dari itu. “Wahai Manjusri ! Ketika Bodhisatva-Mahasatva ini didalam akhir masa ketika Hukum ini akan musnah telah dapat menyempurnakan tingkat ketiga dari pengkhotbah yang menyenangkan dan mengkhotbahkan Sutra ini, maka tidak akan ada sesuatupun yang dapat mengganggunya lagi. Dia akan mendapatkan teman-teman belajar yang baik yang akan membaca dan menghafalkan Sutra ini bersamanya. Dia juga akan mendapatkan orang-orang yang sangat banyak yang berdatangan dan mendengarnya, yang setelah mendengarnya kemudian menghafalkannya, setelah menghafalkannya kemudian dapat mengkhotbahkannya, setelah mengkhotbahkannya kemudian dapat menyalinnya atau membuat orang lain mampu menyalinnya dan mereka yang menghormati Sutra ini, mereka itu akan memuja, memuliakan dan memujinya.” Kemudian Sang Buddha yang ingin memaklumkan ajaran ini kembali maka bersabdalah Beliau dalam syair: “Jika seseorang hendak mengkhotbahkan Sutra ini,
Baiklah Ia meninggalkan jiwa yang ini, marah dan sombong,
Pikiran yang dusta dan palsu,
Dan selalu melaksanakan perbuatan-perbuatan yang jujur;
Dia tidak boleh meremehkan siapapun,
Dan sekali-kali tidak boleh membicarakan Hukum untuk hiburan,
Ataupun menyebabkan orang lain bimbang maupun menyesal,
Dengan berkata : “Kalian tidak akan dapat menjadi Buddha.” - Putera Sang Buddha ini didalam mengkhotbahkan Hukum
Akan selalu lemah lembut, sabar,
Serta welas asih pada semua
Dengan tidak pernah merasa kendor. Kepada para Bodhisatva agung dimanapun jua,
Yang melaksanakan Jalan Agung dengan kasih sayang pada semua,
Dia harus menaruh rasa hormat
Dengan berpikir: “Inilah guru-guru besarku.” Kepada seluruh para Buddha yang agung
Ia harus menganggapnya sebagai ayah yang sangat bijaksana;
Dan dengan menekan jiwa congkaknya,
Harus dapat mengkhotbahkan Hukum tanpa halangan
Itulah cara yang ketiga. Baiklah orang bijak melindunginya.
Seorang pengkhotbah yang tekun dan penuh rasa pengabdian itu
Akan dipuja oleh kelompok-kelompok yang tak terbatas.” “Lagi, wahai Manjusri ! Bodhisatva-Mahasatva yang memelihara Hukum Sutra Bunga Teratai ini didalam ujung-ujung masa yang akan datang waktu Hukum hampir musnah, maka ia harus mendidik jiwa yang bersifat para-amerta antara para pengikut dan para biarawan, dan membina jiwa welas asih yang agung kepada mereka yang belum menjadi Bodhisatva. Dan ia harus membayangkan demikian : “Orang-orang semacam ini telah menderita kerugian yang besar. Ketika ada kesempatan Hukum ini dikhotbahkan dengan cara yang bijaksana dari Sang Tathagata, mereka tidak mendengarkan, maupun mengetahuinya, maupun memahaminya, maupun menanyakannya, maupun mempercayainya ataupun mengerti Sutra ini. Ketika Aku telah mencapai Penerangan Agung, maka dimanapun Aku berada, dengan kekuatan ghaibKu dan daya kebijaksanaanKu, Aku akan memimpin mereka untuk tinggal didalam Hukum ini” “Wahai Manjusri ! Bodhisatva-Mahasatva yang sesudah kemokshaan Sang Tathagata nanti telah menyempurnakan cara yang keempat ini, maka bila ia berkhotbah tentang Hukum ini, ia akan terbebas dari kesalahan-kesalahan. Ia akan selalu dimuliakan, dipuja, dihormati dan dipuji oleh para bhiksu, bhiksuni, pengikut-pengikut pria dan wanita, para raja dan pangeran, dengan menteri-menteri dan rakyatnya, para Brahman dan penduduk serta lain-lainnya. Seluruh para dewa yang berada di angkasa akan selalu mengikuti dan menghadirinya agar dapat mendengarkan Hukum itu. Jika ia berada di sebuah dusun, kota ataupun di hutan yang terpencil dan kemudian ada seseorang yang datang hendak mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sulit kepadanya, maka demi Hukum itu para dewa siang dan malam tiada henti-hentinya akan menjaga dan rnelindunginya sehingga ia mampu membuat para pendengarnya bergembira. Karena betapapun juga Sutra inilah yang pada masa dahulu, masa rnendatang dan saat sekarang ini yang selalu diamati oleh para Buddha dengan kekuatan ghaib mereka. “Wahai Manjusri ! Didalam banyak negara yang tak terhitung jumlahnya dimana bahkan nama dari Hukum Sutra Bunga Teratai ini tidak dapat terdengar, betapa sedikit banyak Hukum ini dapat diketahui, diterima dan dipelihara, dibaca serta dihafalkan. “Wahai Manjusri ! Hal ini seperti seorang raja pemutar roda Suci yang sangat berkuasa yang ingin menaklukkan negeri-negeri lain secara paksa. Ketika raja-raja kecil tidak mematuhi perintahnya, maka raja putaran roda suci itu mengerahkan segala tentaranya dan pergi menindas mereka. Demi melihat tentara-tentaranya sangat perkasa didalam peperangan itu, sang raja menjadi senang hati dan memberi mereka hadiah-hadiah menurut jasanya masing-masing, baik berupa bidang-bidang tanah, rumah-rumah, desa-desa, ataupun kota-kota, atau memberi mereka pakaian-pakaian ataupun perhiasan-perhiasan diri, ataupun memberi segala macam harta benda, emas, perak, lapiz lazuli, batu-batu bulan, batu-batu mulia, coral, amber, gajah-gajah, kuda-kuda, kereta, tandu, budak laki-laki dan perempuan serta rakyat. Hanyalah permata rnahkota yang terdapat diatas kepalanya sajalah yang tidak ia berikan pada siapapun, karena hanya diatas kepala seorang raja sajalah permata tunggal ini di pakai dan seandainya, ia memberikan permata itu, maka seluruh pengikut-pengikut raja akan terheran-heran. Wahai Manjusni ! Sang Tathagata juga seperti ini. Dengan kekuatan meditasi dan kebijaksanaanNya, Beliau mengambil seluruh kuasa negeri itu atas Hukum dan memerintahnya sebagai seorang Raja diseluruh triloka. Tetapi raja-raja mara tidak mau menyerah namun jenderal-jenderal kebijaksanaan dan kesucian dari Sang Tathagata memerangi mereka. Kepada mereka yang perkasa, maka Beliau juga bersenang hati dan ditengah-tengah ke 4 kelompokNya, beliau mengkhotbahkan sutra-sutra kepada mereka yang membuat mereka bergembira, serta menghadiahi mereka dengan meditasi-meditasi, emansipasi, akar-akar kebenaran dan kekuatan-kekuatan; dan semua kekayaan Hukum. Sebagai tambahan, Beliau memberi mereka kota nirvana dengan bersabda bahwa mereka telah mencapai kemokshaan serta Beliau memikat pikiran mereka sehingga semuanya bergembira, meskipun demikian Beliau tidak mengkhotbahkan Hukum Sutra Bunga Teratai ini kepada mereka. Wahai Manjusri ! Seperti juga sang raja putaran roda suci yang sangat bergembira melihat bala tentaranya gagah perkasa sehingga akhirnya ia memberi mereka permatapermata yang tak ternilai harganya kecuali yang dipakai diatas kepalanya yang tidak boleh diberikan secara sembarangan kepada seseorang. Begitu jugalah Sang Tathagata, sebagai Raja Hukum Yang Agung dari triloka, Beliau mengajarkan dan mentakbiskan semua mahluk hidup dengan Hukum ketika Beliau melihat tentaraNya yang bijak dan suci berperang melawan mara dari 5 proses mental, mara dari napsu birahi dan mara dari kematian dan dengan keberanian yang luar biasa dan segala jasa-jasa, menghapuskan ke 3 racun, lolos dari triloka dan menerobos jaring-jaring mara, Sang Tathagata pun sangat bergembira dan sekarang akhirnya mengkhotbahkan Hukum Sutra Bunga Teratai ini yang belum pemah dikhotbahkan sebelumnya dan yang mampu menyebabkan semua umat mencapai pengetahuan yang sempurna, meskipun seluruh dunia sangat membenci dan sangat sulit untuk mempercayainya.
Wahai Manjusri ! Hukum Sutra Bunga Teratai ini merupakan ajaran yang paling terkemuka dari para Tathagata serta merupakan ajaran-ajaran yang paling halus dan dalam. Akhirnya, Aku berikan pada kalian semua, seperti halnya raja yang sangat berkuasa itu yang akhimya memberikan permata yang paling berharga yang telah ia pelihara sekian lamanya. Wahai Manjusri ! Hukum Sutra Bunga Teratai ini merupakan kekayaan yang pelik dari para Buddha Tathagata yang merupakan sutra yang paling agung dari segala sutra-sutra. Begitu lamanya sutra ini dijaga dan tidak dikhotbahkan sebelum waktunya tiba. Untuk yang pertama kalinya hari ini, Aku khotbahkan sutra itu pada kalian semua. Pada saat itu Yang Maha Agung menginginkan untuk memaklumkan ajaran ini kembali, maka bersabdalah Beliau dalam syair: “Senantiasa bertindak dengan sabar, mengasihi semua umat,
Begitulah seseorang dapat memaklumkan Sutra yang dipuja Sang Buddha. Didalam akhir masa-masa mendatang,
Mereka yang memelihara Sutra ini,
Apakah mereka pengikut ataupun biarawan,
Maupun yang belum Bodhisatva,
Haruslah memiliki hati yang welas asih; Bagi mereka yang tidak mendengar
Ataupun mempercayai Sutra ini
Mengalami kerugian yang besar. Aku, setelah mencapai Jalan kebuddhaan,
Dengan cara yang bijaksana,
Mengkhotbahkan Sutra ini kepada mereka
Agar mereka tinggal didalamnya. Seperti halnya seorang raja
Putaran roda yang sangat berkuasa
Yang kepada tentara-tentara perang pilihannya
Menghadiahkan banyak hadiah-hadiah,
Gajah-gajah, kuda-kuda, kereta-kereta, tandu-tandu,
Perhiasan-perhiasan pribadi,
Begitu juga bidang-bidang tanah dan rumah-rumah,
Desa-desa dan kota-kota; Ataupun memberikan pakaian-pakaian,
Bermacam-macam jenis permata,
Budak-budak dan kekayaan-kekayaan,
Memberikan seluruhnya dengan gembira Tetapi hanya bagi satu keberanian perwira
Dan keberanian yang luar biasa,
Sang raja baru mengambil dari kepalanya
Intan mahkota untuk diberikan kepadanya.
Begitu jugalah dengan Sang Tathagata;
Beliau adalah seorang raja dari segala Hukum
Memiliki kekuatan kesabaran yang agung
Serta kekayaan dari kebijaksanaan;
Beliau, dengan kebajikan yang agung,
Merubah dunia dengan HukumNya.
Demi melihat para umat
Menderita duka dan sengsara
Mencari kebebasan,
Berperang melawan mara Beliau, pada semua mahluk hidup ini,
Telah mengkhotbahkan berbagai-bagai hukum,
Dan dengan kebijaksanaan yang agung,
Telah mengkhotbahkan sutra-sutra banyak sekali;
Akhirnya mengetahui bahwa para mahluk
Telah memperoleh kekuatan mereka, Pada akhirnya Beliau mengkhotbahkan
Kepada mereka Hukum Bunga Teratai ini,
Seperti sang raja yang mengambil dari kepalanya
Permata itu dan memberikannya. Sutra ini sangat unggul
Diantara semua sutra-sutra.
Aku selalu memeliharanya
Dan tidak mengajarkannya sebelum waktunya. Saat ini, benar-benar waktunya
Untuk mengkhotbahkannya kepada kalian semua.
Sesudah kemokshaanKu,
Siapapun yang mencari jalan kebuddhaan
Dan menghendaki memaklumkan
Sutra ini demi tiada terganggu,
Haruslah, menghubungkan dirinya pada
Keempat pokok-pokok seperti ini. Dia yang membaca Sutra ini
Akan selalu terbebas dari kekhawatiran
Dan terbebas dan sakit dan penyakit;
Wajahnya akan menjadi segar dan putih;
Dia tidak akan terlahir dalam kemiskinan,
Sederhana ataupun nista. Semua mahluk akan senang memandangnya
Sebagai seorang suci yang dirindukan;
Para bidadari Sorga
Akan menjadi pelayannya.
Pedang dan tongkat tidak akan terletak diatasnya,
Racunpun tidak akan membahayakannya. Jika seseorang mengumpatnya,
Mulut orang itu akan ditutup/dibungkam.
Dengan tiada gentar ia akan mengembara
Seperti seekor raja Singa. Kegemerlapan kebijaksanaannya
Akan bersinar seperti sang surya.
Seandainya ia bermimpi,
Ia akan melihat hal-hal yang indah,
Melihat para Tathagata
Duduk diatas tahta-tahta singa,
Mengkhotbahkan Hukum pada para kelompok-kelompok
Yang mengelilingi para bhiksu
Melihat juga roh-roh naga,
Asura dan yang lain-lainnya,
Dalam jumlah seperti pasir-pasir sungai Gangga,
Yang memuliakannya dengan tangan terkatup: Dan ia melihat dirinya sendiri
Mengkhotbahkan Hukum kepada mereka.
Ia juga akan melihat para Buddha,
Dengan tanda tubuh emasnya,
Memancarkan sinar yang luar biasa,
Menerangi semua umat,
Dan dengan suara Brahma,
Menjelaskan Hukum itu. Sedangkan Sang Buddha pada keempat kelompok
Mengkhotbahkan Hukum Yang Agung,
Ia akan melihat dirinya sendiri ditengah-tengah kelompok itu
Sedang memuja Sang Buddha dengan tangan terkatup; Ia akan mendengarkan Hukum dengan kegembiraan,
MenyembahNya,
Mencapai dharani,
Dan membuktikan kenyataan dari kepantang munduran. Sang Buddha yang mengetahui pikirannya
Telah masuk dalam pada jalan kebuddhaan,
Kemudian akan menetapkannya untuk memperoleh
Penerangan Agung yang Sempurna,
Dengan bersabda “Engkau, puteraKu yang baik,
Dalam masa yang mendatang
Akan mencapai kebijaksanaan yang mutlak,
Jalan Agung dari Sang Buddha; Sebuah kawasan yang sangat bersih,
Dengan luas yang tak terbandingkan,
Dan bersama keempat kelompoknya
Dengan tangan terkatup mendengarkan Hukum.” Ia juga akan melihat dirinya sendiri
Didalam hutan pegunungan,
Melatih dirinya dalam Hukum Yang Baik,
Membuktikan kenyataan,
Dan asyik bermeditasi
Melihat para Buddha alam semesta;
Para Buddha-Buddha itu berwarna keemasan
Terhiasi dengan seratus tanda-tanda karunia;
Ia yang mendengarkan dan mengkhotbahkan kepada yang lain,
Selalu bermimpi baik seperti ini. Lagi, ia bermimpi menjadi seorang raja
Yang meninggalkan istananya dan keluarganya
Dan menikmati dengan lndahnya bagi perasaan-perasaannya
Untuk pergi ke singgasana Kebijaksanaan; Dikaki sebuah pokok Bodhi,
Ia duduk diatas tahta singa;
Setelah mencari jalan selama 7 hari,
Ia mencapai kebijaksanaan dari para Buddha; Setelah mencapai Jalan Agung,
Ia bangkit dan memutar roda Hukum,
Kepada keempat kelompok mengkhotbahkan Hukum
Selama beribu-ribu koti kalpa; Sesudah mengkhotbahkan Hukum Yang Menakjubkan yang sempurna
Dan menyelamatkan mahluk-mahluk yang tanpa hitungan,
Kemudian ia akan mencapai nirvana
Seperti sebuah pelita yang padam ketika asapnya berakhir. Seandainya seseorang dalam masa angkara yang mendatang
Mengkhotbahkan Hukum yang paling utama ini,
Ia akan memperoleh karunia yang besar
Seperti pahala-pahala diatas tadi.
|
|
BAB XV
MUNCULNYA BODHISATVA DARI BUMI Pada saat itu para Bodhisatva-Mahasatva yang telah datang dan negeri-negeri lain yang jumlahnya seperti pasir-pasir dari 8 sungai Gangga, semuanya berdiri didalam pertemuan agung itu dan dengan tangan terkatup menghormat pada Sang Buddha seraya berkata, “Yang Maha Agung ! Jika saja Sang Buddha mengijinkan, maka sesudah kemokshaanNya, kami akan tekun dan bersemangat untuk melindungi dan memelihara, mernbaca dan menghafalkan, menurun serta memuliakan Sutra ini didalam dunia saha ini dan kami akan menyiarkannya di seluruh negeri ini.” Kemudian Sang Buddha menyapa seluruh kelompok para Bodhisatva-Mahasatva itu “Cukuplah putera-puteraKu yang baik, tiada perlu lagi kalian melindungi dan memelihara Sutra ini ! Karena sesungguhnya didalam dunia sahaKu ini telah terdapat para BodhisatvaMahasatva yang jumlahnya seperti pasir-pasir dari 60 ribu sungai Gangga dan masing-masing dari para Bodhisatva ini mempunyai sebuah rombongan yang banyaknya seperti pasir-pasir dari 60 ribu sungai Gangga pula, serta seluruhnya rnarnpu melindungi dan memelihara, membaca dan menghafalkan serta menyiarkan Sutra ini sesudah kemokshaanKu nanti.” Ketika Sang Buddha baru saja selesai bersabda demikian itu, bumi dan jutaan negeri dunia saha seluruhnya bergetar serta bergoncang dan dari tengah-tengahnya muncul ribuan koti para Bodhisatva-Mahasatva yang tak terbatas jumlahnya secara bersama-sama. Seluruh para Bodhisatva ini bertubuh keemasan dengan 32 tanda dan dengan kegemerlapan yang tiada tara, semuanya telah berdiam sebelumnya didalam ruang yang tiada berbatas dibawah dunia saha ini. Seluruh Bodhisatva-Bodhisatva ini ketika mendengar suara Sang Sakyamuni Buddha sedang berkhotbah, semua meloncat keluar dari dunia bawah. Setiap para Bodhisatva ini adalah pemimpin dari satu kelompok besar yang masing-masing dari mereka itu memimpin rombongannya yang jumlahnya seperti pasir-pasir dari 60 ribu sungai Gangga. Lebih-lebih lagi, yang lain memimpin kelompok mereka yang banyaknya seperti pasir-pasir dari 50 ribu, 40 ribu, 30 ribu, 20 ribu, 10 ribu sungai Gangga; Lebih-lebih lagi, menurun sampai sebanyak pasir-pasir dari 1 sungai Gangga, pasir-pasir dari setengah sungai Gangga, seperempat darinya, sampai satu pecahan dari padanya yang merupakan jumlah seper seratus dari seribu koti nayuta dari para pengikut; lebih-lebih lagi ribuan koti nayuta penganut, lebih-lebih lagi ribuan koti penganut, lebih-lebih lagi ratusan ribu penganut, atau bahkan seribu; lebih-lebih lagi seribu, seratus, dan bahkan sepuluh: lebih-lebih lagi mereka yang memimpin 5, 4, 3, 2, atau 1 pengikut; lebih-lebih lagi satu orang yang sendirian yang selalu berbahagia didalam melaksanakan pengasingan diri. Para Bodhisatva semacam ini adalah diluar jangkauan penjumlahan maupun perbandingan. Tatkala Bodhisatva-Bodhisatva ini telah bermunculan dari dalam bumi, kemudian masing-masing menaiki Stupa Indah dari 7 Benda Berharga diatas angkasa itu dimana Sang Tathagata Prabhutaratna dan Sang Sakyamuni Buddha berada. Ketika mereka telah tiba, mereka bersujud dihadapan kedua Yang Maha Agung itu dan kemudian pergi kepada para Buddha serta duduk diatas tahta-tahta singa dibawah pepohonan permata. Mereka juga menghormati para Buddha itu dengan berpradaksina mengelilinginya sebanyak tiga kali serta dengan tangan terkatup mereka memuja dan memuji para Buddha itu dengan segala macam lagu pujian para Bodhisatva. Kemudian mereka berdiri pada satu sisi dan memandang kedua Yang Maha Agung itu dengan gembira. Sejak saat pertama kali para Bodhisatva-Mahasatva ini muncul dari dalam bumi dan memuja para Buddha dengan segala macam lagu puji, sang waktu telah berlalu selama 50 kalpa kecil. Selama waktu ini Sang Sakyamuni Buddha duduk dengan tenang dan tenang pula keadaan keempat kelompok itu. Dengan kekuasaan yang hebat dari Sang Buddha, maka jangka waktu 50 kalpa itu hanya terasa setengah hari saja bagi para orang-orang. Pada saat itu keempat kelompok yang juga dengan kekuasaan yang hebat dari Sang Buddha, melihat para Bodhisatva yang dimanapun juga memenuhi tempat dari ratusan ribu koti kawasan-kawasan yang tak terbatas jumlahnya. Diantara kelompok para Bodhisatva_itu terdapat 4 guru terkemuka. Yang pertama bernama Visishtakaritra, yang kedua bernama Anantakaritra, yang ketiga bernama Visudhakaritra, dan yang keempat bernama Supratishthitakaritra. Keempat Bodhisatva ini adalah ketua dan pemimpinpemimpin kelompok mereka. Dihadapan kelompok mereka yang besar itu, masing-masing dari mereka memandang Sang Sakyamuni Buddha dengan tangan terkatup dan menanyakan keadaanNya seraya berkata “Yang Maha Agung, Apakah Engkau sakit dan duka, dan apakah Engkau baik-baik saja ? Apakah mereka yang harus Engkau selamatkan telah bersedia menerima ajaranMu ? Apakah mereka membuat Yang Maha Agung tidak merasa letih ?“ Kemudian keempat kelompok Bodhisatva-Bodhisatva agung itu berkata demikian dalam syair: “Apakah Yang Maha Agung baik-baik saja,
Dengan sedikit rasa sakit dan duka?
Didalam memberi petunjuk pada seluruh umat,
Apakah Beliau Tidak bercemas hati lagi?
Dan apakah semua mahluk
Bersiap sedia menerima ajaranNya?
Apakah mereka membuat Yang Maha Agung
Tidak merasa letih ?“ Kemudian didalam pertemuan agung para Bodhisatva itu, Sang Buddha bersabda demikian, “Begitulah, begitulah, putera-puteraKu yang baik ! Sang Tathagata berada dalam keadaan yang baik-baik saja dengan sedikit rasa sakit dan duka. Para umat ini sangat mudah dirubah dan Aku pun tidak bercemas hati lagi. Karena seluruh umat ini selama banyak generasi telah tiada henti-hentinya menerima petunjukKu dan memuliakan serta memuja para Buddha yang terdahulu yang telah membina akar-akar kebajikan. Sejak pertama kali para mahluk ini melihatKu dan mendengarkan khotbahKu, semua menerimanya dengan penuh keyakinan dan masuk kedalam kebijaksanaan Sang Tathagata, kecuali mereka yang telah terlebih dahulu menjalankan dan mempelajari tentang kendaraan kecil; namun demikian orang-orang semacam ini, sekarang telah Aku buat mereka mendengar Sutra ini dan masuk kedalam bijak-kebuddhaan” Kemudian para Bodhisatva agung ini berkata demikian dalam syair: “Bagus, Bagus!
Pahlawan Agung, Yang Maha Mulia !
Seluruh mahluk-mahluk hidup ini
Begitu mudah Engkau rubah, Sehingga dapat memasuki
Kebijaksanaan para Buddha yang sangat dalam itu.
Dan setelah mendengarnya, kemudian mereka
mempercayai dan meresapinya
Kami menghaturkan ucapan selamat kepadaMu.” Kemudian Sang Buddha memuji para ketua-ketua agung ini yaitu para Bodhisatva agung ini seraya bersabda “Bagus, Bagus ! Putera-puteraKu yang baik ! Kalian benar juga untuk mengucapkan selamat pada Sang Tathagata.”
Kemudian Sang Maitreya Bodhisatva beserta kelompok yang lain dari para Bodhisatva yang jumlahnya seperti pasir-pasir dar 8 ribu sungai Gangga, semuanya membayangkan demikian, “Dan dahulu kala kita tidak pernah melihat atau mendengar kelompok para Bodhisatva-Mahasatva agung seperti itu yang telah keluar dari dalam bumi dan berdiri dihadapan Yang Maha Agung dan dengan tangan terkatup mereka memuja dan menanyakan keadaan Sang Tathagata.” Kemudian Sang Maitreya Bodhisatva-Mahasatva yang menjadi sadar akan pikiran-pikiran yang sedang berkecamuk didalam batin dari para Bodhisatva yang banyaknya seperti pasir-pasir dari 8 ribu sungai Gangga itu, dan juga karena dia sendiri ingin menyirnakan keraguannya sendiri, maka dengan tangan terkatup, Ia menuju kearah Sang Buddha dan bertanya kepadaNya dalam syair demikian: “Ribuan koti yang tak terbatas ini,
Kelompok besar dari para Bodhisatva ini,
Seluruhnya belum pernah kami lihat sebelumnya.
Berkenanlah untuk menjelaskannya, Yang Maha Agung,
Dari kawasan-kawasan manakah mereka datang
Karena apakah mereka berkumpul.
Tubuh yang maha besar, dari kekuatan gaib,
Dari kebijaksanaan yang tak tergambarkan,
Teguh kemauannya dan ingatannya,
Dengan kekuasaan agung dari penderitaan yang
panjang, Yang seluruh para mahluk senang memandangnya.
Dari manakah mereka datang?
Masing-masing para Bodhisatva ini
Memimpin satu kelompok
Yang jumlahnya tiada berbatas,
Seperti pasir-pasir sungai Gangga.
Terdapat juga Bodhisatva-Bodhisatva agung
Yang memimpin para pengikut sebanyak pasir-pasir dari 60 ribu sungai Gangga.
Kelompok-kelompok perkasa semacam itu
Dengan sepenuh hati mencari jalan kebuddhaan.
Pemimpin-pemimpin agung ini yang jumlahnya
Seperti pasir-pasir dari 60 ribu sungai Gangga
Semuanya datang dan memuja Sang Buddha
Serta melindungi dan memelihara Sutra ini.
Orang-orang lain yang masih banyak lagi jumlahnya,
Memimpin pengikut-pengikut sebanyak pasir-pasir
dari 50 ribu sungai Gangga,
Sebanyak pasir-pasir dari 40 ribu, atau 30 ribu,
Sebanyak pasir-pasir dari 20 ribu sampai 10 ribu,
Sebanyak pasir-pasir dari seribu atau seratus dan
seterusnya, Sampai sebanyak pasir-pasir dari satu sungai Gangga,
Sebanyak setengah, sepertiga, seperempat,
Sebanyak satu bagian dari ribuan koti pasir-pasir dari
satu sungai Gangga;
Mereka yang memimpin ribuan nayuta,
Ataupun ribuan koti pengikut,
Maupun hanya setengah koti pengikut
Pemimpin-pemimpin ini masih lebih banyak lagi
Daripada yang telah disebut diatas tadi Pemimpin dari sejuta atau sepuluh ribu,
Seribu atau seratus,
Atau 50 atau 10
Ataupun tiga, dua maupun satu;
Seorang yang tunggal tanpa pengikut,
Yang menikmati kesepian,
Seluruhnya telah datang bersama-sama kepada
Sang Buddha,
Dalam jumlah yang bahkan lebih besar dari
pemimpin-pemimpin tadi.
Sedemikianlah kelompok-kelompok yang besar ini
Sehingga seandainya seseorang dengan tiada putus-putusnya
menghitungnya
Selama sekian kalpa sebanyak pasir-pasir sungai Gangga,
Tetap juga Ia tidak dapat mengetahui selengkapnya,
Kelompok-kelompok Bodhisatva yang besar, agung
Dan bersemangat ini. Yang telah mengkhotbahkan Hukum kepada mereka,
Memberi petunjuk dan menyempurnakannya?
Dari siapakah mereka mendapatkan permulaannya?
Hukum Buddha yang manakah yang mereka puja ?
Sutra siapakah yang mereka terima, pelihara dan
mereka laksanakan?
Jalan Kebuddhaan yang mana yang mereka ikuti Para Bodhisatva seperti ini,
Dengan kekuatan ghaib dan kebijaksanaan yang agung,
Di seluruh kawasan dari celah-celah bumi,
Semuanya meloncat keluar dari tengah-tengahnya.
Yang Maha Agung Dan dahulu kala
Kami belum pernah sekalipun melihat hal-hal seperti ini;
Sudilah menjelaskan kami tentang nama
Kawasan dari mana mereka datang.
Berkelana dengan tiada henti-hentinya di banyak kawasan,
Saya tidak pernah melihat kelompok semacam itu,
Dan ditengah-tengah kelompok ini
Satupun tidak ada yang saya kenal
Yang dengan tiba-tiba meloncat dari dalam bumi.
Berkenanlah menerangkan kepada kami tentang sebabnya.
Pertemuan agung yang ada sekarang ini,
Berjumlah ratusan ribu koti yang tak terbatas
Dari para Bodhisatva dan lain-lainnya
Seluruhnya ingin mengetahui hal ini.
Bagaimanakah jalannya kisah mereka? Yang Maha Agung dan kebijaksanaan yang tak berbatas!
Sudilah kiranya menyirnakan keragu-raguan kami !“ Pada saat itu para Buddha yang telah keluar dari Sang Sakyamuni Buddha dan yang telah datang dari ribuan koti kawasan-kawasan yang tak terhitung dinegeri-negeri yang lain, duduk bersila diatas tahta-tahta singa dibawah pepohonan permata diseluruh penjuru. Pembantu-pembantu dari para Buddha ini masing-masing melihat kelompok besar dari para Bodhisatva yang disegala arah dari jutaan dunia bermunculan dari dalam bumi dan memenuhi ruangan. Dan masing-masing pembantu itu berkata kepada para Buddhanya sendiri-sendiri seraya bertanya, “Yang Maha Agung ! Sekian Asamkhyeya dari kelompok para Bodhisatva yang agung, tak terhitung dan tak terbatas ini, dari manakah mereka semua ini datang ?“ Kemudian masing-masing dari para Buddha itu berkata kepada para pembantunya “Putera-puteraKu yang baik ! Tunggulah sebentar ! Ada seorang Bodhisatva-Mahasatva yang bernama Maitreya yang telah ditetapkan oleh Sang Sakyamuni Buddha sebagai Buddha yang berikutnya, telah menanyakan tentang hal ini. Sekarang Sang Buddha akan memberi jawabannya dan dari jawabanNya itu, Engkau akan mendengarnya sendiri.” Kemudian Sang Sakyainuni Buddha menyapa Sang Maitreya Bodhisatva, “Bagus, bagus ! Ajita, Engkau telah menanyakannya dengan baik kepada Sang Buddha Tentang peristiwa yang besar. Kalian semua perhatikanlah dengan sepenuh hati dan dengan semangat yang menyala-nyala serta kemauan yang kokoh, karena Sang Tathagata sekarang ini bermaksud untuk membuka dan memaklumkan kebijaksanaan dari para Buddha, daya gaib dan kekuasaan dari para Buddha, kemauan yang berkobar-kobar dari para Buddha, serta daya hebat yang mampu membangkitkan perasaan hormat dari para Buddha.” Kemudian Sang Buddha yang ingin memaklumkan ajaran ini kembali, maka bersabdalah Beliau dalam syair: “Bersemangatlah dan tetapkan hatimu.
Aku akan menerangkan hal ini.
Janganlah mempunyai rasa ragu atau gelisah.
Karena kebijaksanaan Sang Buddha sukar sekali dipahami. Kalian yakinilah sekarang,
Bersabarlah dengan kebajikan dari ketabahan,
Karena Hukum ini belum pernah diajarkan sebelumnya,
Kalian semua akan mendengarnya sekarang ini. Pertama-tama Aku tenangkan batinmu sekarang;
Janganlah ragu ataupun bercemas hati.
Buddha tidak memiliki kata-kata lain kecuali kebenaran belaka;
KebijaksanaanNya tiada terbatas.
Hukum Agung yang telah dicapaiNya,
Begitu dalam dan tiada dapat dibeda-bedakan.
Biarlah Aku jelaskan Hukum itu sekarang ini,
Dan kalian semua, dengarkanlah dengan penuh perhatian.” Setelah Sang Buddha selesai bersabda dalam syair-syair ini, kemudian Beliau menyapa Sang Maitreya Bodhisatva, “Sekarang didalam pertemuan agung ini, Aku nyatakan pada kalian semua. Wahai Ajita! Seluruh Bodhisatva-Mahasatva agung yang jumlahnya sekian asamkhyeya yang tak terhitung dan tak terbatas ini, dan yang telah muncul dari dalam bumi dan yang belum pernah kalian lihat sebelumnya itu, semuanya telah Aku beri petunjuk dan telah Aku pimpin didalam dunia saha ini, setelah Aku mencapai Penerangan Agung. Aku kendalikan batin-batin dari para Bodhisatva ini serta membuat pikiran-pikiran mereka itu selalu berada diatas Jalan. Seluruh Bodhisatva-Bodhisatva ini tinggal disuatu tempat dibawah dunia saha ini, dimana mereka membaca, menghafalkan, meresapi, merenungkan dan memperbedakan sutra-sutra serta memeliharanya dengan benar didalam ingatan mereka. Wahai Ajita ! Putera-putera yang baik ini tiada pernah suka berbincang-bincang diantara orang banyak, tetapi mereka lebih suka di tempat-tempat yang sunyi, didalam ketekunan dan kesemangatan. Mereka tidak pernah santai ataupun mempunyai kemelakatan untuk tinggal diantara para dewa dan manusia, tetapi mereka selalu asyik didalam kebijaksanaan yang mendalam dan tanpa mengalami rintangan. mereka selalu bergembira didalam hukum para Buddha serta dengan sepenuh hati mereka mencari Kebijaksanaan Agung dengan giat.” Kemudian Sang Buddha yang ingin memaklumkan ajaran ini kembali, maka bersabdalah Beliau dalam syair : “Wahai, Ajita ! Engkau ketahuilah!
Seluruh Bodhisatva-Bodhisatva agung ini,
Dari sekian kalpa yang tak terbatas,
Telah mempelajari kebijaksanaan Sang Buddha. Seluruhnya adalah pengikut-pengikutKu
Yang Aku buat mereka agar menginginkan Jalan Agung.
Inilah putera-puteraKu
Yang tinggal didalam dunia Buddha ini. Selalu melaksanakan perbuatan-perbuatan dhuta,
Dengan penuh kegembiraan bertekun ditempat yang sunyi,
Menjauhkan diri dari keramaian mahluk,
Dan tiada suka banyak bicara. Putera-putera seperti ini
Sedang mempelajari Hukum dari JalanKu,
Selalu bersemangat siang dan malam,
Demi untuk mencari jalan kebuddhaan Mereka tinggal di kawasan
Dibawah dunia saha.
Teguh daya kemauan dan ingatannya,
Selalu dengan rajin mencari kebijaksanaan, Mereka mengkhotbahkan segala macam
hukum-hukum yang menakjubkan,
Tanpa merasa gentar dalam hatinya.
Aku, didekat kota Gaya,
Duduk dibawah pohon Bodhi, Mencapai Penerangan Agung;
Dan sesudah memutar roda Hukum yang agung,
Kemudian Aku mengajar dan mentakbiskan mereka
Dan membuat mereka terlebih dahulu untuk
bercita-cita mencapai Jalan Agung. Sekarang semuanya telah tinggal didalam keadaan yang pantang kembali
Dan seluruhnya akan menjadi Buddha.
Apa yang Aku sabdakan sekarang ini adalah benar adanya;
Percayalah padaKu dengan sepenuh hati!
Dari dahulu kala Aku
Telah memberi petunjuk pada seluruh kelompok ini.” Kemudian Sang Bodhisatva-Mahasatva Maitreya beserta para Bodhisatva yang tak terhitung jumlahnya dan lain-lainnya, semuanya diliputi dengan perasaan ragu dan bimbang dan dengan merenungkan hal yang aneh ini mereka membayangkan demikian: “Bagaimana mungkin dalam waktu yang sedemikian singkat Yang Maha Agung telah mengajar sekian asamkhyeya yang tak terhitung dan tak terbatas dari para Bodhisatva agung seperti .itu serta membuat mereka mencapai Penerangan Agung ?“ Kemudian dengan menyapa Sang Buddha mereka berkata “Yang Maha Agung ! Ketika Sang Tathagata masih seorang pangeran, Beliau telah meninggalkan istana Sakya dan tiada jauh dari kota Gaya, Beliau mengambil tempat dudukNya diatas teras kebijaksanaan serta mencapai Penerangan Agung. Dan sejak saat itu 40 tahun telah berlalu. Yang Maha Agung ! Didalam waktu yang sedemikian singkat itu, bagaimana Engkau telah dapat melaksanakan perbuatan-perbuatan Buddha yang agung itu, dan dengan daya Sang Buddha dan jasa Sang Buddha, Engkau telah mengajar sekelompok para Bodhisatva terkemuka yang tak terhitung jumlahnya untuk mencapai Penerangan Agung itu? Yang Maha Agung ! Seandainya seseorang menghitung jumlah dari kelompok para Bodhisatva terkemuka ini selama ribuan koti kalpa, maka ia tidak akan dapat selesai atau mencapai batasnya. Semenjak dahulu kala, mereka semua yang termasuk para Buddha yang tak terhitung dan tak terbatas jumlahnya ini, telah menanam akar kebajikan dan menyempurnakan jalan kebodhisatvaan sehingga mereka hidup dalam kehidupan mulia dengan tiada putus-putusnya. Yang Maha Agung! Hal semacam ini akan sangat sukar bagi dunia untuk mempercayainya. “Seandainya saja terdapat seorang yang berwajah tampan dan berambut hitam serta berusia 25 tahun yang menunjuk orang-orang yang sudah lanjut usia dengan berkata “Inilah anak-anakku !“ dan jika orang-orang yang sudah lanjut usia itu juga menunjuk si orang muda itu berkata “Inilah ayah kita yang telah mewujudkan dan membesarkan kita semua.” Maka hal ini sulit untuk dipercaya. Demikian jugalah dengan Sang Buddha yang pencapaian Jalan Agungnya benar-benar belum begitu lama. Namun kelompok besar dari para Bodhisatva yang selama
ribuan koti kalpa yang tak terbatas ini, demi untuk mencari jalan kebuddhaan, telah mencurahkan dirinya dengan penuh semangat dan mereka telah menelaah dengan dalam-dalam, keluar dari, dan tinggal didalam ratusan ribu koti yang tak terbatas dari renunganrenungan dan mereka telah pula mencapai kemampuan gaib yang agung serta telah lama hidup mulia. Mereka juga telah mampu setindak demi setindak mempelajari segala macam hukum-hukum yang baik dan mereka juga ahli dalam pertanyaan dan jawaban serta mereka merupakan sumber kekayaan dan hal-hal yang paling aneh di seluruh dunia. Hari ini, Yang Maha Agung baru saja bersabda bahwa ketika Beliau mencapai jalan kebuddhaan, Beliau dari semula telah membuat mereka agar mencapai Penerangan Agung, memberinya petunjuk dan memimpinnya, serta menyebabkan mereka semua maju kearah Penerangan Agung. Hal ini tidak begitu lama sejak Sang Buddha menjadi seorang Buddha, namun demikian Beliau telah mampu melaksanakan perbuatan agung yang bermanfaat ini. Meskipun kita masih tetap percaya bahwa apa yang telah dikhotbahkan Sang Buddha dengan baik dan titah-titah apa yang telah disabdakan oleh Sang Buddha, semuanya tidak pernah salah, begitu juga dengan pengetahuan Sang Buddha yang telah kita resapi. Namun begitu, jika para Bodhisatva yang baru saja ditakbiskan mendengar pernyataan ini, sesudah kemokshaan Sang Buddha nanti, mungkin mereka tidak akan mempercayainya dan hal ini akan dapat membangkitkan sebab-sebab tindakan yang salah sehingga dapat merusak Hukum. Oleh karenanya, Yang Maha Agung ! sudilah kiranya untuk menjelaskannya agar keragu-raguan kami ini sirna sehingga putera-puteraMu yang baik digenerasi yang mendatang, tidak akan timbul pula rasa ragu dan bimbang ketika mendengar hal ini.”
Kemudian Sang Maitreya Bodhisatva yang ingin untuk memaklumkan ajaran ini kembali, maka berkatalah Beliau dalam syair: “Sang Buddha yang tertua dari marga Sakya
Meninggalkan kediamanNya dan didekat kota Gaya
Mengambil tempat dudukNya dibawah pohon Bodhi;
Dari waktu itu tidaklah begitu lama. Putera-putera Sang Buddha ini,
Yang jumlahnya tak terbatas,
Telah lama menjalankan jalan kebuddhaan,
Semuanya teguh kekuasaan kebijaksanaannya yang ghaib; Mereka telah ahli dalam jalan kebodhisatvaan,
Dan semuanya bersih dari hal-hal keduniawian
Seperti bunga teratai didalam air;
Bermunculan dari dalam bumi, Semuanya dengan perasaan hormat
Ketika mereka berdiri dihadapan Yang Maha Agung.
Hal ini sangat sulit dipahami;
Bagaimana mungkin hal itu dipercaya? Karena baru saja Sang Buddha telah mencapai Jalan Agung
Dan banyak hal yang Beliau sempurnakan bersamaan.
Sudilah kiranya menyingkirkan segala kebimbangan,
Jelaskanlah dan beritahukanlah kami tentang makna
yang sebenarnya! Seperti halnya seorang laki-laki yang muda dan perkasa,
Baru berusia 25 tahun,
Menunjuk putera-puteranya yang berusia sangat lanjut;
Dengan rambut yang telah memutih dan wajah yang berkeriput
Berkata, “Mereka semuanya ini aku peranakkan.”
Sang anak juga berkata, “Inilah ayah kami.”
Sang ayah muda dan sang anak tua,
Seluruh dunia tidak akan mempercayainya. Begitu jugalah dengan Yang Maha Agung;
Baru sajalah Beliau mencapai Jalan Agung.
Namun seluruh para Bodhisatva ini
Semuanya kokoh kemauannya, berani dan perkasa, Dan dari sekian kalpa yang tak terbatas
Telah mengikuti jalan kebodhisatvaan;
Ahli dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang rumit,
Jiwa mereka tiada kenal takut; Tegas dalam jiwa mereka yang sabar,
Bermartabat dan mulia,
Mereka dipuja oleh para Buddha seluruh semesta;
Pandai mempertimbangkan dan berkhotbah, Mereka tidak menikmati keramaian,
Tetapi senantiasa senang bermeditasi;
Demi untuk mencari jalan kebuddhaan,
Mereka berdiam di kawasan bawah. Kami, setelah mendengarnya dari Sang Buddha,
Tidak beragu hati dalam masalah ini;
Tetapi kami memohon pada Sang Buddha, bagi
pendengar-pendengar yang mendatang,
Akan menjelaskan agar mereka mengerti
Jika seseorang berbimbang hati
Dan tidak mempercayai Sutra ini,
Dia akan terjatuh kedalam jalan kedurhakaan,
Mohon menerangkannya kepada mereka sekarang ini,
Bagaimana para Bodhisatva yang tak terbatas ini,
Dalam waktu yang sedemikian singkat,
Telah diberi petunjuk dan ditakbiskan
Serta tinggal didalam tingkat yang tiada pernah bersurut. |
|
|
|
|