BAB XXVI
MANTRAM DHARANI Pada saat itu Sang Bodhisatva Baisajaraga bangkit dan tempat duduknya dan dengan rendah hati menutup bahu kanannya serta mengatupkan kedua tangannya kearah Sang Buddha dan berkata : “Yang Maha Agung ! Jika terdapat seorang putera maupun seorang puteri yang baik yang dapat menerima dan memelihara Hukum Sutra Bunga Teratai baik dengan menghafalkan atau mempelajari atau menyalin Sutra itu, maka sampai dimanakah pahala yang ia peroleh ?“ Sang Buddha menjawab Sang Baisajaraga, “Seandainya seorang putera maupun puteri yang baik memuliakan 800 ribu koti nayuta Buddha yang jumlahnya seimbang dengan banyaknya pasir-pasir sungai Gangga, maka menurut pendapatmu bukankah pahala yang ia peroleh sudah cukup banyak ?“ Sang Baisajaraga menjawab : “Banyak sekali ! Yang Maha Agung !“. Sang Buddha melanjutkan lagi “Jika terdapat seorang putera maupun seorang puteri yang berkenaan dengan Sutra ini mampu menerima dan memeliharanya meskipun hanya seuntai bait yang terdiri dari 4 baris saja; membaca dan menghafalkan, memahami maknanya serta bertindak seperti apa yang diajarkan, maka pahalanya akan menjadi lebih banyak Iagi.” Kemudian Sang Bodhisatva Baisajaraga berkata pada Sang Buddha: “Yang Maha Agung! Sekarang aku akan memberikan mantram dharani kepada para pengkhotbah Hukum sebagai penjaga dan perlindungan mereka.” Kemudian ia mengucapkan mantram benikut ini: “Anye manye mane mamane citte carite same sainita visante mukte muktame same avishame samasame jaye (Kshaye) akshaye akshine sante sainite dharani aloka bashe pratyavekshani nidhiru abhyantaranivishte abhyantaraparisuddhi utkule mutkule arade parade sukankshi asamasame buddhavilokite dharmaparikshite samghanirghoshani (nirghoshani) bhayaabhayavisodhani mantre mantrakshayate rute rutakausalye akshaye akshayavanataye (vakkule) vàloda amanyanataye (svaha).” “Yang Maha Agung ! Mantram dharani ghaib ini telah diucapkan oleh para Buddha yang jumlahnya seperti pasir-pasir dari 62 koti sungai Gangga. Seandainya seseorang menyakiti guru Hukum ini, maka ia telah menyakiti para Buddha ini semua.” Kemudian Sang Sakyamuni Buddha memuji Sang Bodhisatva Baisajaraga : “Bagus, bagus, wahai Sang Bodhisatva Baisajaraga! Karena engkau menyayangi dan melindungi guru-guru Hukum ini, maka engkau telah mengucapkan dharani ini yang akan menyelamatkan begitu banyak mahluk hidup.” Kemudian Sang Bodhisatva Pradanasura berkata kepada Sang Buddha “Yang Maha Agung ! Aku juga akan memberikan dharani untuk melindungi mereka yang membaca dan menghafalkan, menerima serta memelihara Hukum Sutra Bunga Teratai. Jika para guru Hukum ini memiliki dharani-dharani ini, maka tiada satupun dan para yaksha atau rakshasa, atau putana, atau kritya, atau kumbhandas, atau iblis lapar, ataupun yang lain-lainnya yang sedang mencari kelengahan mereka, dapat memperoleh kesempatan.” Kemudian dihadapan Sang Buddha Ia mengucapkan mantram berikut ini : “Jvale mahajvle ukke (tukku) mukku ade adavati nrtye nrtyavati ittini vittni cittini nrtyeni nrtyavati (svaha).” “Yang Maha Agung ! Mantram-mantram dharani ghaib ini telah diucapkan oleh para Buddha yang jumlahnya seperti pasir-pasir sungai Gangga dan semuanya setuju. Jika seseorang menyakiti guru-guru Hukum ini, maka Ia telah menyakiti para Buddha ini semua.” Kemudian Sang Raja Agung Vaisravana, yaitu sang pelindung dunia, berkata kepada Sang Buddha :“Yang Maha Agung ! Aku juga akan menyampaikan dharani-dharani ini karena menyayangi para umat dan untuk perlindungan para guru-guru Hukum ini.” Kemudian ia mengucapkan mantram berikut: “Atte (tatte) natte vanatte anade nadi kunadi (svaha)’. “Yang Maha Agung ! Dengan mantram ghaib ini aku akan melindungi para guru Hukum dan aku sendiri juga akan melindungi mereka yang memelihara Sutra ini sehingga tidak akan ada perkara yang merusak yang dapat datang dalam jarak 100 yojana.” Kemudian Sang Virudhaka yang hadir pula didalam persidangan ini bersama dengan sekelompok dan ribuan koti nayuta gandharva yang dengan takzimnya mengelilinginya, pergi menghadap Sang Buddha dan dengan mengatupkan tangannya ia berkata kepada Sang Buddha : “Yang Maha Agung ! Aku juga akan melindungi mereka yang memelihara Sutra Bunga Teratai ini dengan mantram dharani yang ghaib.” Kemudian ia mengucapkan mantram berikut ini : “Agane gane gauni gandhari kandhali matangi (Pukkasi) samkule vrusali sisi (svaha).” “Yang Maha Agung ! Mantram dharani ghaib ini telah diucapkan oleh 42 koti Buddha. Jika seseorang menyakiti para guru Hukum ini, maka ia telah menyakiti para Buddha ini semua.” Kemudian terdapat para rakshasa perempuan, yang pertama bernama Lamba, yang kedua bernama Vilamba, yang ketiga bernama Kutadanti, yang keempat bernama Pushpadanti, yang kelima bernama Makutadanti, yang keenam bernama Kezini, yang ketujuh bernama Akala, yang kedelapan bernama Maladhani, yang kesembilan bernama Kunti, yang kesepuluh bernama Sarvasattvogahani. Kesepuluh rakshasa perempuan ini bersama-sama sang Ibu Hariti Setan dengan anak dan pengikut-pengikutnya, pergi menghadap Sang Buddha dan berkata secara serempak “Yang Maha Agung ! Kami juga dapat melindungi mereka yang membaca dan menghafalkan, menerima dan memelihara Hukum Sutra Bunga Teratai dan menyelamatkan mereka dari hal-hal yang merusak. Jika terdapat mereka yang mengintai kelengahan dari para guru Hukum ini, maka kami akan mencegah mereka agar tidak memperoleh kesempatannya.” Kemudian mereka mengucapkan mantram berikut ini dihadapan Sang Buddha: “Iti me, iti me, iti me, iti me,iti me;ni me,ni me, ni me, ni me, ni me; ruhe, ruhe, ruhe,ruhe (ruhe); stuhe, stuhe, stuhe, stuhe, stuhe, (svaha).” “Biarlah penderitaan-penderitaan datang diatas kepala-kepala kami dari pada diatas para guru Hukum itu. Tidak satupun dari para yaksha, atau iblis lapar, atau putana, atau kritya, atau vetada, atau kashaya, atau umaraka, atau apasmaraka, atau yaksha kritya, ataupun orang-orang kritya, ataupun demam, baik hanya sehari saja, ataupun setiap hari, atau berselang tiap satu hari, atau berselang empat hari, atau berselang tiap minggu, ataupun demam yang tiada henti-hentinya, baik dalam bentuk priya, atau wanita, atau dalam wujud perjaka, atau perawan, maka semuanya tidak akan dapat mengganggu mereka meskipun hanya dalam mimpi.” Kemudian dihadapan Sang Buddha mereka berkata dalam syair demikian: “Siapapun yang menahan mantram kami
Dan menyusahkan seorang guru,
Semoga pecahlah kepalanya menjadi 7 bagian
Seperti sebutir tunas arjaka;
Semoga kesengsaraannya seperti orang yang durhaka
Balasannya seperti seorang pembunuh
Atau seperti penipu dengan timbangan dan berat yang palsu;
Atau seperti Sang Devadatta yang membawa perpecahan kedalam Samgha;
Dia yang menyakiti guru-guru Hukum ini,
Sedemikianlah balasannya.” Setelah para rakshasa perempuan ini selesai mengucapkan syair tadi, kemudian mereka menyapa Sang Buddha : “Yang Maha Agung ! Kami sendiri yang akan melindungi mereka yang menerima dan memelihara, membaca dan menghafalkan serta melaksanakan Sutra ini, dan kami akan memberi mereka kedamaian hati, bebas dari segala hal yang merusak dan dari segala racun.” Kemudian Sang Buddha menyapa para rakshasa perempuan itu, “Bagus, bagus ! Bahkan seandainya saja kalian hanya mampu melindungi mereka yang menerima dan memelihara nama dari Bunga Hukum, kebahagiaan kalian sudah tak terhitung, maka betapa lebih banyak lagi jika kalian melindungi mereka yang secara sempurna menerima, memelihara dan memuliakan Sutra ini dengan bebungaan, dedupaan, kalung-kalung, serbuk cendana, wewangian, dedupaan, bendera, tirai-tirai dan musik serta dengan berbagai macam lampu minyak, lampu berminyak susu, lampu minyak, lampu minyak wangi, lampu berminyak bunga campaka, lampu berminyak bunga varshika, dan lampu berminyak bunga udumbara, seperti inilah persembahan yang beratus-ratus ribu macam itu. Pada saat bab tentang dharani itu dikhotbahkan 68 ribu orang mencapai Penetapan untuk tidak terlahir kembali.
|
|
BAB XXVII
KISAH RAJA CAHAYA GEMILANG
Pada saat itu Sang Buddha menyapa persidangan agung, “Konon, didalam suatu aeon yang terdahulu pada sekian asamkhyeya kalpa yang tak terbatas, tak terhitung dan tak dapat dibayangkan yang telah lalu, adalah seorang Buddha yang bernama Galadharagargitaghoshasusvaranaks Hatraragasankusuinitabhigna, Sang Tathagata, Arhat, Samyaksambodhi, yang kawasannya disebut Vairokanarasinipratimandita, dan kalpanya disebut Priyadarsana. Dibawah ajaran keagamaan dari Buddha itu, terdapatlah seorang raja yang bernama Subavyuha. Permaisuri raja itu bernama Vimaladatta yang berputra dua orang, yang satu bernama Vimalagarbha dan yang lain bernama Vimalanetra. Kedua putera itu memiliki daya ghaib yang agung, memiliki karunia dan kebijaksanaan dan telah sekian lama mencurahkan diri pada jalan dimana para Bodhisatva bertindak, yaitu Dana Paramita, Sila-Paramita, Kshanti Paramita, Virya-Paramita, Meditasi Paramita, Prajna Paramita, keluhuran budi, ramah tamah, welas asih, gembira, tiada membeda-bedakan dan ke 37 jenis pertolongan pada Jalan Agung. Semuanya ini mereka benar-benar paham. Mereka juga telah mencapai perenungan Bodhisatva, yaitu Vimala Samadhi, Nakshatraragaditya Samadhi, Vimala Nirbhasa Samadhi, Vimala Bhasa Samadhi, Alankarasura Samadhi, Nirmalanirbasha Samadhi, dan Mahategogarbha Samadhi, mereka benar-benar telah sempurna dalam perenungan-perenungan ini. “Kemudian Buddha itu yang ingin membimbing Raja Subavyuha dan ingin mengasihi semua umat, beliau mengkhotbahkan Hukum Sutra Bunga Teratai ini. Pada saat itu kedua putera yaitu Vimalagarbha dan Vimalanetra, pergi menghadap ibunya dan dengan mengatupkan kesepuluh jarinya, mereka berkata kepadanya “Ibu, kami mohon kepadamu agar pergi dan mengunjungi Sang Buddha Galadhara Gargita. Kami juga suka melayaninya, mendekati, memuja dan memuliakannya. Karena Buddha itu mengkhotbahkan Sutra Bunga Hukum di tengah-tengah kelompok para dewa dan manusia, dan kami harus mendengarnya.” Sang Ibu menjawab putera-puteranya: “Ayahnda kalian percaya pada hukum-hukum kolot dan sangat terpancang pada hukum Brahman. Kalian pergilah dan bicaralah pada ayah kalian agar suka pergi bersama kita.” Sang Vimalagarbha dan Sang Vimalanetra bersama-sama mengatupkan sepuluh jarinya serta berkata pada sang ibu “Kami adalah putera-putera Sang Raja Hukum meskipun dilahirkan didalam rumah yang berpandangan kolot ini.” Sang Ibu berkata kepada putera-puteranya “Kalian harus mempunyai rasa simpatik pada ayah kalian, dan tunjukkanlah kepadanya beberapa perbuatan ghaib sehingga hatinya akan menjadi terang setelah melihatnya dan mungkin ia mengizinkan kita untuk pergi menghadap Buddha itu.” “Karena demi sang ayah, kemudian kedua putera itu meloncat keatas langit setinggi 7 pohon tala serta mempertunjukkan aneka ragam perbuatan-perbuatan ghaib dengan berjalan, berdiri, duduk atau berbaring di langit itu. Tubuhnya bagian atas memancarkan air dan yang bawah memancarkan api, atau bagian bawah memancarkan air dan yang atas memancarkan api. Ataupun membesarkan dirinya sampai memenuhi langit dan kembali mengecil, atau mengecil kemudian membesar lagi. Kemudian mereka menghilang dari langit itu dan dengan tiba-tiba muncul diatas bumi atau memasuki bumi seperti menyelam kedalam air, atau berjalan diatas air seperti diatas bumi. Dengan mempertunjukkan berbagai perbuatan-perbuatan ghaib itu,mereka membimbing sang ayah untuk mensucikan hatinya agar percaya dan meyakini.
“Ketika sang ayah melihat kedua puteranya memiliki kekuatan ghaib seperti itu, ia sangat gembira karena hal-hal yang belum pernah ia ketahui dan dengan mengatupkan tangannya ia menghormati kedua puteranya seraya berkata : ”Siapakah guru kalian ? Murid siapakah kalian ?” Kedua puteranya menjawab :” Sang Raja Agung ! Yaitu Sang Buddha Galadharagargita yang sekarang sedang berada dibawah pohon Bodhi 7 permata dan duduk diatas tahta Hukum sedang menyiarkan Hukum Bunga Teratai ditengah-tengah dunia para dewa dan manusia. Beliaulah guru kami dan kami adalah murid beliau.” Kemudian sang ayah berkata kepada puteranya :” Aku sekarang juga suka sekali menjumpai gurumu dan marilah kita pergi bersama.” “Karenanya, kedua putera itu turun dari langit dan menghadap sang ibu, serta dengan tangan terkatup berkata kepadanya :”Ayah kita, sang raja, sekarang telah percaya dan sadar hati serta telah pula mampu berketetapan untuk mencapai Penerangan Agung. Kami telah melaksanakan perbuatan Buddha kepada ayah kami. Ibu, berkenanlah engkau untuk mengizinkan kami meninggalkan rumah dan menjalankan jalan Agung dibawah Sang Buddha itu.” “Kemudian kedua putera itu yang ingin memaklumkan kembali keinginannya berkata kepada sang ibu dalam syair : “Ibu, berkenanlah engkau melepas kami
Untuk meninggalkan rumah dan menjadi sramanera.
Alangkah sulitnya bertemu dengan para Buddha
Dan kami ingin menjadi pengikut seorang Buddha.
Seperti bunga udumbara,
Lebih sulitlah lagi bertemu dengan seorang Buddha,
Berkenanlah engkau melepas kami untuk
Meninggalkan rumah.” “Kemudian sang ibu berkata : “Aku ijinkan kalian meninggalkan rumah karena sesungguhnyalah seorang Buddha sulit ditemui.” “Karena hal ini, kemudian kedua putera itu berkata kepada ibu-bapanya : Bagus, ayah dan ibu ! Kami mohon agar ayah dan ibu sekarang ini pergi pada Sang Buddha Galadharagargita untuk mendekati dan memuliakannya. Karena seorang Buddha sangat sulit sekali dijumpai seperti bunga udumbara, ataupun seperti seekor kura-kura bermata satu menjumpai lubang pada sebuah balok yang terapung. Tetapi kita yang memiliki banyak sekali berkah selama kehidupan yang terdahulu, telah menjumpai seorang Buddha didalam hidup ini. Oleh karenanya, duhai ayah dan ibu, dengarkanlah kami dan marilah kita berangkat. Karena para Buddha sulit sekali dijumpai dan kesempatannyapun sulit pula ditemui.” “Pada saat itu 84 ribu prameswari-prameswari istana dari Sang Raja Subhavyuha semuanya mendapatkan kemampuan untuk menerima dan memelihara Hukum Sutra Bunga Teratai ini. Sang Bodhisatva Vimalanetra telah sekian lama menguasai perenungan Bunga Hukum. Sang Bodhisatva Vimalagharba selama ratusan ribu koti kalpa yang tanpa batasan, telah sempurna didalam perenungan Sarvasattvapapagahana, yang berguna untuk membimbing semua umat menjauhi segala perwujudan yang buruk. Ratu dari raja itu telah mencapai perenungan tentang Kumpulan Para Buddha dan dapat mengetahui sumber-sumber rahasia dari para Buddha. Demikianlah dengan cara yang bijaksana, kedua putera itu mentakbiskan ayahandanya serta membuat hatinya percaya, yakin dan senang didalam Hukum Buddha. “Kemudian Sang Raja Subhavyuha dengan ditemani oleh para menteri dan rombongannya, dan Sang Ratu Vimaladatta dengan ditemani oleh para puteri-puteri istananya yang cantik-cantik bersama rombongannya, serta kedua putera raja dengan ditemani oleh 42 ribu orang, semuanya dengan segera berangkat bersama untuk mengunjungi Buddha itu. Setelah tiba disana, mereka bersujud pada kakinya dan membuat pawai mengelilingi Buddha itu sebanyak tiga kali, dan sesudahnya mereka menarik diri kesatu sisi. “Kemudian Buddha itu berkhotbah pada Sang Raja dengan mempertunjukkan, mengajar, menyelamatkan dan membuatnya gembira sehingga sang raja sangat suka-cita. Kemudian Sang Raja Subhavyuha dan sang ratu melepas kalung-kalung mutiara berharga ratusan ribu dari leher mereka dan melemparkannya keatas Buddha itu, yang diangkasa berubah menjadi sebuah menara permata berpilar empat dan di menara itu terdapat sebuah depan permata yang besar yang diselimuti dengan ratusan ribu selimut-selimut kasurgan dimana Sang Buddha itu duduk bersila memancarkan cahaya yang bergemerlapan. Kemudian Sang Raja Subhavyuha berpikir “Aneh, agung dan luar biasa tubuh Buddha ini sempurna keagungannya dan berwarna bagus sekali! “Kemudian Sang Buddha Galadharagargita menyapa keempat kelompok seraya berkata “Melihatkah kalian akan Sang Raja Subhavyuha yang sedang berdiri dihadapanku dengan tangan terkatup ? Raja ini setelah menjadi seorang bhiksu dibawah ajaranku dan menjadi bersemangat didalam mempelajari hukum yang membantu jalan keBuddhaan, akan menjadi seorang Buddha dengan gelar Raja Salendraraga yang kawasannya disebut Cahaya Agung dan kalpanya disebut Abhyudgataraga. Sang Buddha Salendraraga ini akan memiliki para Bodhisatva dan para sravaka yang tak terhitung jumlahnya dan kawasannya akan datar dan lurus. Demikanlah pahala-pahalanya.” “Seketika itu sang raja memasrahkan kawasannya kepada saudara mudanya dan sang raja bersama ratunya, kedua puteranya dan rombongannya, meninggalkan rumahnya dan mengikuti Jalan dibawah ajaran Buddha itu. Setelah meninggalkan rumahnya, selama 84 ribu tahun sang raja selalu rajin dan bersemangat didalam mempelajari Hukum Sutra Bunga Teratai, dan sesudah waktu ini berlalu, ia mencapai tingkat samadhi Sarvagunalankara Vyuha. “Kemudian ia membumbung ke angkasa setinggi 7 pohon tala dan berkata pada Buddha itu “Yang Maha Agung ! Kedua puteraku ini telah melakukan perbuatan seorang Buddha yang dengan penjelmaan ghaib mereka, telah merubah pikiran kolotku, menyadarkan aku kedalam jalan Buddha dan menyebabkan aku melihat yang maha agung. Kedua putera ini adalah sahabatku yang baik, karena dengan setulusnya telah membina akar-akar kebajikan, yang ditanam didalam kehidupanku yang lampau dan menyelamatkan aku, mereka datang dan terlahir di rumahku.” “Kemudian Sang Buddha Galadharagangtta menyapa Sang Raja Subhavyuha seraya berkata, “Begitulah, begitulah, begitulah seperti apa yang telah engkau katakan. Seorang putera maupun seorang puteri dengan menanami akar-akar kebajikan akan memperoleh teman-teman yang baik di setiap generasi yang teman-teman baik itu akan mampu melakukan perbuatan seorang Buddha dengan menunjukkan, mengajar, menyelamatkan dan membuatnya bahagia serta menyebabkannya masuk kedalam Penerangan Agung. Ketahuilah, Wahai Raja Agung ! Seorang teman yang baik adalah sebab yang agung dengan mana manusia ditakbiskan dan dibimbing untuk melihat sang Buddha dan menuju kearah Penerangan Agung. Wahai Raja Agung ! Melihatkah engkau akan kedua putera ini ? Kedua putera ini memuliakan para Buddha yang jumlahnya sebanyak 65 kali ratusan ribu koti nayuta pasir sungai Gangga, dia telah pula melayani dan memuja mereka. diantara Buddha-Buddha itu dia telah menerima memelihara Hukum Sutra Bunga Teratai. Dia mengasihi umat yang berpandangan palsu dan menyadarkan mereka kedalam pandangan yang benar.” “Kemudian Sang Raja Subhavyuha turun dari langit dan berkata kepada Sang Buddha itu, “Sang Maha Agung ! Aneh benar pandangan dari sang Tathagata; dengan jasa dan kebijaksanaannya, tonjolan pada kepalanya bersinar cemerlang; matanya terbuka dan berwarna biru tua ; rambut diantara kedua alis matanya putih seperti bulan purnama; giginya putih rapat dan selalu bersinar; bibirnya merah dan indah seperti buah bimba.” Setelah Sang Raja Subhavyuha memuji jasa-jasa yang beratus ribu koti jumlahnya dari sang Buddha itu, kemudian dengan sepenuh hatinya ia mengatupkan kedua tangannya di hadapan Sang Tathagata dan kembali menyapa Sang Buddha seraya berkata, “Yang Maha Agung sangat begitu sempurna. Ajaran sang Tathagata sangat paripurna didalam berkahnya yang mengagumkan dan tak dapat dibayangkan. Ajaran moral yang ia ajarkan sangat menggembirakan dan menggairahkan. Mulai hari ini aku tidak akan mengikuti jalan pikiranku sendiri, ataupun menaruh pikiran yang palsu, menaruh kesombongan, kemarahan ataupun jiwa yang penuh dosa lainnya.” Setelah mengucapkan kata-kata ini, kemudian ia menghormat Buddha itu dan berjalan ke muka.” Kemudian Sang Sakyamuni Buddha bersabda kepada persidangan agung itu “Bagaimanakah pendapat kalian ? Sang Raja Subhavyuha ini apakah orang lain adanya ? Sesungguhnyalah ia itu Sang Padmasri adanya. Ratu Padmasri ialah Sang Bodhisatva Vairokanarasinipratimanditaraga yang sekarang berada dihadapan Sang Buddha yang mengasihi Sang Raja Subhavyuha dan orang-orangnya akan terlahir diantara mereka. Kedua putera ini ialah Sang Bodhisatva Baisajaraja dan Sang Bodhisatva Baisajaragasamudgata. Sang Bodhisatva Baisajaraga dan Baisajaragasamudgata ini yang setelah menyempurnakan jasa yang sedemikian besar itu dan dibawah naungan ratusan ribu koti Buddha, telah menanam akar-akar keluhuran dan dengan sempurna tèlah mencapai kebajikan yang tak dapat dibayangkan lagi. Jika terdapat seseorang yang mengenal nama dari kedua Bodhisatva ini, maka para dewa dan manusia di seluruh dunia akan memuliakannya.” Pada saat Sang Buddha mengkhotbahkan bab ini yaitu tentang “Kisah Sang Raja Subhavyuha”, 84 ribu orang lepas dari ketidak sucian mereka dan memisahkan diri dari hal-hal yang kotor, dan memperoleh mata hati yang suci yang berkenaan dengan hal-hal kebatinan.
|
|
B A B XXVIII
NASEHAT SANG BODHISATVA SAMANTABADRA
Pada saat itu Sang Bodhisatva Samantabhadra dengan kekuatan ghaibnya yang sempurna, agung dan tenar, dengan ditemani oleh para Bodhisatva yang terkemuka yang tak terbatas, tak terhingga dan tak terhitung jumlahnya, datang dari kawasan sebelah timur. Negeri-negeri yang ia lalui semuanya bergoncangan, bunga-bunga teratai berhias manikam bertaburan turun dari ratusan ribu koti jenis musik teralunkan. Ia tiba di Gunung Grdhrakuta di dunia saha ini dengan dikelilingi pula oleh kelompok para dewa, naga, yaksha, gandharva, asura, garuda, kimnara, mahoraga, manusia dan yang bukan manusia serta lain-lainnya yang seluruhnya memperlihatkan daya ghaib mereka yang sempurna.
Setelah merendahkan diri dihadapan Sang Sakyamuni Buddha, kemudian ia berarak mengitariNya kearah kanan sebanyak 7 kali dan menyapa Sang Buddha seraya berkata “Yang Maha Agung ! Kami yang berada didalam kawasan Sang Buddha Ratnategobhyudgata yang ketika mendengar dari jauh bahwa Hukum Sutra Bunga Teratai sedang dikhotbahkan didalam dunia saha ini, telah datang bersama ratusan ribu koti para Bodhisatva untuk mendengar dan menerimanya. Yang Maha Agung, berkenanlah Engkau kiranya untuk mengkhotbahkannya kepada kami dan beritahukanlah pula bagaimana jalannya agar para putera-puteri yang baik dapat memperoleh Hukum Sutra Bunga Teratai ini sesudah kemokshaan Sang Tathagata nanti.” Sang Buddha menjawab Sang Bodhisatva Samantabhadra “Seandainya terdapat putera maupun puteri yang baik yang melaksanakan keempat kewajiban, maka ia akan memperoleh Hukum Sutra Bunga Teratai ini sesudah kemokshaan Sang Tathagata nanti. Pertama, ia harus berada dibawah asuhan para Buddha. Kedua, Ia harus menanam akar-akar kebajikan. Ketiga, ia harus menguasai tingkat konsentrasi yang benar, dan keempat ia harus berusaha menyelamatkan para umat. Putera-puteri yang baik yang melaksanakan keempat kewajiban itu pastilah akan memperoleh Sutra ini sesudah kemokshaan Sang Tathagata nanti.” Kemudian Sang Bodhisatva Samantabhadra berkata pada Sang Buddha “Yang Maha Agung ! Didalam 500 tahun terakhir dari masa yang penuh kejahatan dan keangkaraan nanti, siapapun juga yang menerima dan memelihara Sutra ini selalu akan aku jaga dan aku lindungi serta, akan aku musnahkan kecemasan hatinya dan aku tentramkan hati mereka sehingga tidak ada satupun godaan yang beroleh peluang. Tidak juga mara ataupun anak-anak mara, tidak juga puteri-puteri mara ataupun orang-orang mara, dan tidak juga pengikut-pengikut mara, tidak pula yaksha, rakshasa, kumbhandas, pisacaka, kritya, putana, vetada dan pengganggu-pengganggu manusia lainnya. Semuanya ini tidak akan mendapatkan kesempatan sedetikpun jua. Dimanapun orang ini berjalan atau berdiri, sedang membaca atau menghafalkan Sutra ini, aku akan segera meniti seekor raja gajah putih bergading enam dan pergi bersama sekelompok para Bodhisatva agung ke tempat itu serta menunjukkan diri bahwa aku akan menjaga dan melindunginya dengan menghibur hatinya dan dengan cara itu pulalah aku memelihara Hukum Sutra Bunga Teratai. Dimanapun juga orang ini duduk merenungkan Sutra, maka dengan segera aku akan meniti lagi raja gajah putih putih itu dan menampakkan diri kepadanya. Seandainya ia lupa meskipun hanya sepatah kata ataupun seuntai syair dari Sutra Bunga Hukum ini, maka aku akan mengajarkannya kepadanya, membaca dan menghafalkannya bersamanya serta membuat dia menguasainya kembali. Kemudian Ia yang menerima dan memelihara, membaca dan menghafalkan Hukum Sutra Bunga Teratai ini akan sangat bersuka-cita dan memperbaharui semangatnya ketika ia melihatku.
Dengan melihatku, ia akan memperoleh perenungan dan dharani yang disebut Dharani tentang Perubahan, Dharani dan Ratusan Ribu Koti Perubahan, dan Dharani dan Keahlian Ajaran Dharma. Dharani-dharani seperti inilah yang akan ia dapatkan. “Yang Maha Agung ! Seandainya didalam ujung masa yaitu didalam 500 tahun terakhir dari masa yang penuh kedurhakaan dan keangkaraan nanti para bhiksu, bhiksuni, upasaka dan upasika, para pencahari, penerima dan pemelihara, pembaca dan penghafal serta penurun yang berhasrat menjalankan Sutra Bunga Hukum ini, maka mereka harus dengan sepenuh hati mencurahkan diri pada Sutra itu selama 3 minggu. Setelah 3 minggu itu terlaksana, barulah aku akan meniti gajah putih bergading enam dan bersama-sama dengan ribuan para Bodhisatva yang mengelilingiku, muncul dihadapan orang-orang itu dalam wujud yang semua orang akan memandangnya serta aku akan berkhotbah kepada mereka itu dengan memaparkan, memberi mereka petunjuk, menyelamatkan dan membuat mereka semua bersuka-ria. Lebih-lebih lagi akan aku berikan dharani kepada mereka dan dengan memperoleh dharani ini, tidak ada satupun manusia maupun yang bukan manusia yang dapat menyakitinya, serta tidak ada lagi seorang wanitapun yang dapat menggodanya. Aku sendiri juga akan selalu melindunginya. Berkenanlah Engkau Yang Maha Agung, untuk mengizinkan aku membacakan mantram-mantram dharani ini.” Kemudian ia mengucapkan mantram-mantram itu dihadapan Sang Buddha:
“Adande dandapati dandavartani dandakusale dandasudhani sudhani sudharapati buddhapasane dharani avartani samvartani samghaparikshite samghanirghatani dharmaparikshite sarvasattvarutakasalyanugate simhavikridite (anuvarte vartani vartali svaha). “Yang Maha Agung ! Jika terdapat Bodhisatva-Bodhisatva yang mendengar dharani-dharani ini, maka mereka akan sadar akan daya ghaib dan Sang Samantabhadra. Jika khotbah Sutra Bunga Hukum ini sedang berlangsung diseluruh jambudvipa dan disitu terdapat orang-orang yang menerima serta memeliharanya, maka biarlah mereka berpikir demikian : “Ini semua karena kekuatan yang agung dari Sang Samantabhadra.” Seandainya ada yang menerima dan memelihara, membaca dan menghafalkannya, mengingatnya dengan benar, memahami maknanya dan bertindak seperti apa yang telah dikhotbahkan, maka ketahuilah bahwa orang-orang ini sedang melaksanakan perbuatan Sang Samantabhadra dan telah menanam dengan dalam akar-akar kebajikan dibawah naungan ribuan Buddha yang tanpa hitungan jumlahnya dan kepala-kepala mereka akan dibelai dengan penuh kasih sayang oleh tangan-tangan para Tathagata. Jika orang-orang ini hanya menurunnya, maka mereka akan terlahir didalam Surga Trayastrimshas ketika hidup mereka berakhir nanti, dimana pada kesempatan itu 84 ribu betari dengan mengalunkan dendang lagu akan datang untuk menyambutnya dan mereka dengan mengenakan mahkota-mahkota yang berhias 7 benda berharga akan bergembira dan bersuka-cita ditengah-tengah para betari-betari yang cantik molek itu. Betapa banyaknya orang-orang yang menerima, memelihara, membaca dan menghafalkannya, mengingatnya dengan benar, memahami maknanya serta melaksanakannya seperti apa yang telah dikhotbahkan! Seandainya terdapat orang-orang yang menerima dan memelihara, membaca dan menghafalkannya serta memahami maknanya maka setelah hidup mereka berakhir, tangan-tangan dari ribuan para Buddha akan terulur sehingga mereka tidak akan merasa takut terjatuh dalam nasib yang buruk. Mereka akan langsung menuju kearah Sang Bodhisatva Maitreya didalam Surga Tushita dimana Sang Bodhisatva Maitreya yang memiliki 32 tanda itu sedang dikelilingi oleh sekelompok Bodhisatva-Bodhisatva agung dan beliau memiliki pula ratusan ribu koti pengikut batari. Diantara mereka itulah orang-orang tadi akan terlahir. Demikianlah pahala dan karunia mereka. Oleh karenanya, para orang bijak harus dengan sepenuh hati menurunnya atau membuat orang lain menurunnya, menerima dan memelihara, membaca - dan menghafalkannya, mengingat-ingatnya dengan benar serta melaksanakannya seperti apa yang telah dikhotbahkan. Yang Maha Agung ! Aku akan menjaga dan melindungi Sutra ini dengan kekuatan ghaibku sehingga sesudah kemokshaan Sang Tathagata nanti, Sutra ini akan tersebar luas tanpa henti-hentinya didalam jambudvipa.” Kemudian Sang Sakyamuni Buddha memujinya dengan bersabda : “Bagus, bagus Sang Samantabhadra, bahwa engkau mampu melindungi dan membantu Sutra ini serta rnembawa kebahagiaan dan ketentraman kepada para umat dibanyak tempat. Engkau telah mencapai jasa-iasa yang tak terlukiskan lagi dan telah mencapai kebajikan serta kasih sayang yang sangat begitu dalam. Semenjak dahulu engkau telah berusaha untuk mencapai Penerangan Agung dan telah mampu membuat prasetya ghaib untuk menjaga dan melindungi Sutra ini dan Aku, dengan kekuatan ghaibKu, akan melindungi dan menjaga mereka yang dapat rnenerima serta memelihara nama dari Sang Bodhisatva Samantabhadra. Wahai Samantabhadra ! Jika terdapat orang-orang yang menerima dan memelihara, membaca dan menghafalkan, mengingat-ingatnya dengan benar, melaksanakan serta menurun Hukum Sutra Bunga Teratai ini, maka ketahuilah bahwa orang-orang ini sedang berada dihadapan Sang Sakyamuni Buddha dan seakan-akan mereka sedang mendengarkan Sutra ini dari mulut Sang Sakyamuni Buddha sendiri. Ketahuilah pula bahwa mereka itu sedang memuliakan Sang Sakyamuni Buddha. Ketahuilah pula bahwa Sang Buddha itu sedang memuji mereka ‘Bagus sekali’. Ketahuilah pula bahwa kepala mereka sedang dibelai oleh tangan-tangan Sang Sakyamuni Buddha. Ketahuilah pula bahwa mereka itu diselimuti jubah Sang Sakyamuni Buddha. Orang-orang seperti ini tidak lagi akan tertarik oleh kenikmatan duniawi ataupun senang akan kitab-kitab serta tulisan-tulisan yang kolot ataupun menyukai lagi persahabatan akrab dengan orang-orang semacam itu maupun orang-orang angkara lainnya, baik mereka itu para tukang jagal ataupun pengembala babi hutan, domba, unggas, dan anjing, ataupun pemburu rnaupun kaki-tangan-kaki-tangannya. Tetapi orang semacam ini akan selalu berpikiran benar, bertujuan benar serta agung. Orang-orang seperti itu tidak akan terhinggapi 3 racun ataupun terhinggapi oleh rasa dengki, sombong, tinggi hati dan congkak. Merëka akan berpuas hanya dengan beberapa keinginan saja dan mampu melaksanakan titah-titah Sang Keluhuran Semesta. Wahai Samantabhadra ! Sesudah kemokshaan Sang Tathagata, seandainya terdapat seseorang yang menerima dan memelihara, membaca dan menghafalkan Hukum Sutra Bunga Teratai ini didalam 500 tahun yang terakhir nanti, maka ia harus berpikir begini : “Orang ini akan segera menuju ke tingkat kebijaksanaan untuk menghancur-leburkan kelompok mara dan mencapai Penerangan Agung serta memutar Roda Hukum, menabuh genderang, meniup nafiri Hukum dan mencurahkan hujan Hukum serta akan duduk diatas tahta singa Hukum ditengah-tengah persidangan para dewa dan manusia.” Wahai Samantabhadra ! Siapapun juga yang didalam masa-masa mendatang menerima dan memelihara, membaca dan menghafalkan Sutra ini, maka mereka tidak akan tergila-gila pada pakaian, perabot-perabot tidur, makanan dan minuman serta segala benda-benda lainnya untuk penunjang hidup. Apapun yang mereka ingini akan selalu tercapai dan didalam kehidupannya sekarang ini mereka akan memperoleh karunia pahalanya. Seandainya ada seseorang yang menghina dan menfitnahnya dengan berkata “Kalian hanyalah orang-orang gila yang melakukan semuanya ini dengan sia-sia belaka tanpa sesuatupun yang dapat diperoleh.” Maka Hukuman bagi dosa seperti ini ialah kebutaan yang turun temurun.
Jika terdapat seseorang yang membuat persembahan dan memuliakan mereka, maka ia akan memperoleh pahala yang dapat terlihat didalam dunia ini. Lagi, jika terdapat seseorang melihat mereka yang menerima dan memelihara Sutra ini, kemudian Ia memaklumkan salah dan dosa mereka, maka benar ataupun salah, orang ini akan terjangkiti penyakit lepra didalam masa hidupnya yang sekarang. Jika ia kurang ajar terhadap mereka, maka turun temurun giginya akan menjadi jarang dan hilang, bibirnya buruk, hidungnya rata, tangan dan kakinya pengkor, matanya pedet, tubuhnya berbau busuk dan terkotori dengan bopeng-bopeng yang menjijikkan serta bernanah darah, bernapas berat dan pendek serta terjangkiti oleh penyakit-penyakit mengerikan lainnya. Oleh karenanya wahai Samantabhadra, jika terdapat seseorang melihat mereka yang menerima dan memelihara Sutra ini, maka ia harus berdiri dan menyapanya dari kejauhan seakan-akan ia sedang menghormati Sang Buddha sendiri.” Pada saat bab tentang Pembesaran hati dari Sang Bodhisatva Samantabhadra itu sedang dikhotbahkan, sejumlah Bodhisatva yang tak terhitung jumlahnya yang banyaknya seperti pasir sungai Gangga, semuanya telah mencapai Dharani dari Ratusan Ribu Koti Perubahan dan para Bodhisatva yang jumlahnya seperti atom-atom dari jutaan dunia, semuanya menjadi sempurna didalam Jalan Agung dari Sang Keluhuran Semesta. Tatkala Sang Buddha selesai mengkhotbahkan Sutra ini, Sang Samantabhadra dengan para Bodhisatva lainnya, Sang Sariputra dengan para sravaka lainnya, serta seluruh para dewa, naga, manusia dan yang bukan manusia dan mahluk-mahluk lainnya yang berada didälam persidangan agung itu, semuanya bersuka cita bersama dan setelah mendapatkan ajaran-ajaran Sang Buddha itu, kemudian mereka membuat penghormatan kepadaNya serta sesudahnya mereka semua mengundurkan diri. |
|
|
|
|
|
|